Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Kamis, 17 Maret 2011

Jenuh dan Fenomena Perceraian


Bismillahirrahmanirrahiim....


Tahun berganti, banyak hal baru yang bermunculan. Tak ayal lagi, di akhir tahun yang akan berlalu, segala persiapan menyambut tahun yang baru pun digelar besar-besaran. Mulai dari mempersiapkan segala resolusi, sampai pada hal yang paling menggelikan sekaligus mencengangkan menurut saya. Apa pasalnya? Heran bercampur geram, tapi sangat menyedihkan jika diingat. Di satu sisi, lembaran yang baru sedang dibentangkan dihadapan, banyak impian-impian baru yang menjanjikan. Namun, disisi lain, ada beberapa orang yang malah membahas sesuatu yang menurut saya tak penting. Apa itu? Yap... tren fenomena perceraian di kalangan artis tahun 2009.


Banyak infotainment berlomba-lomba mencari berita sensasional sampai  untuk urusan mencari berita yang menghebohkan pun perlu melibatkan paranormal. Saya tak sengaja mendengar pembahasan ini saat melihat acara Extravaganza. Disana, paranormal yang dihadirkan memaparkan tentang tren yang akan terjadi di kalangan para artis untuk tahun 2009. Weks... Segitunya kah? Sampai sang paranormal mengutarakan tentang perceraian para artis sebagai sebuah tren centre yang masih akan hangat dibicarakan. Oo...ooow...


Sesungguhnya bukan masalah para artis siapa saja yang akan menjadi janda atau duda di tahun ini yang akan saya bahas, tapi yang ingin saya bahas disini adalah apa yang melatarbelakangi diambilnya jalan paling akhir, dan paling dibenci Allah, yaitu perceraian untuk menyelesaikan konflik yang berkepanjangan dalam sebuah keluarga.


Jika ditelusuri lebih jauh, dari sekian banyak artis yang mengutarakan keinginan untuk bercerai, alasan yang sering terlontar, antara lain karena adanya ketidakcocokan, kurang komunikasi, dsb. Sungguh, jika ditelaah lagi, apa yang paling mendasari dari keluarnya statement tersebut? Tentu saja karena selama ini, mungkin, mereka lebih merasa nyaman menjadi seorang public figure yang dielu-elukan masyarakat, tanpa menilik lagi apa sebenarnya peran ia  dalam ranah keluarga. Keluarga seakan menjadi nomor kesekian setelah pekerjaan/ bisnis, karier keartisan, dsb.


Yap, jika saja saya boleh menggaris bawahi satu point penting yang akan dibahas disini adalah pentingnya komunikasi. Setiap orang sudah dibekali kemahiran untuk berkomunikasi dengan orang lain sejak ia dilahirkan. Itu semacam bakat bawaan, atau kita sebut sebagai naluri. Lalu apa itu jenuh? Dan apa korelasi ilmiah antara  jenuh, tersendatnya komunikasi dan fenomena perceraian? Mari kita kaji bersama.


Menurut definisi saya (maaf ya, terpaksa pakai definisi saya, karena tak sempat mencari referensi di wikipedia ^_^), sifat jenuh/bosan dimiliki oleh setiap orang, dan yang membedakan adalah kapasitas dan tingkat kejenuhan itu. Ada yang cepat sekali, tapi ada juga yang lama baru bisa merasakan kejenuhan itu. Hal itu tergantung sesuatu yang dihadapinya. Bisa dibilang, berdasarkan rasa.


Alasan untuk merasakan kejenuhan, bisa bermacam-macam, tergantung situasi yang dihadapi. Ada banyak hal yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan, yang pertama, alasannya karena pembicaraan sudah tidak nyambung, kedua ada orang lain yang lebih dari dia, ketiga kita tidak butuh dia lagi, atau mungkin memang kita sudah sampai pada titik jenuh dengannya, dll.

Lalu apa korelasi antara jenuh, tersendatnya komunikasi dan fenomena perceraian? Jenuh bisa menimbulkan efek jangka pendek, maupun jangka panjang. Jika seorang merasakan kejenuhan yang luar biasa, ia bisa saja segera langsung mengasingkan diri, dan menghilang dari peredaran. Mencari pelampiasan dengan hal-hal baru lainnya.


Efek jangka pendeknya, ia hanya menghilang sesaat, lalu kembali ke dalam satu siklus keluarga yang utuh, dan menganggap bahwa kejenuhan serupa hanya semacam fitrah alamiah yang tak perlu dicemaskan. Namun, jangka panjangnya, adalah semakin besar tingkat kejenuhan seseorang dengan hal yang paling sering dilakukan, bertemu dengan orang yang itu-itu saja misalnya, dan melakukan rutinintas serupa yang selalu monoton dan terkesan hampa-tanpa rasa, maka tak ayal lagi, efeknya semakin besar. Ia bisa segera menghilang dan takkan pernah kembali lagi ke dalam lingkaran cinta yang pernah dibangun bersama. Terlalu senang mengecap manisnya hidup diluar, tanpa adanya pengekangan, dsb, menjadikan hal ini semakin parah. Komunikasi pun tersendat. Dan bisa ditebak, ujung dari semua itu adalah keinginan yang besar untuk mengajukan jalan akhir yaitu perceraian.      


Jenuh adalah fitrah bagi setiap manusia. Namun bukan tak mungkin, ia pun sebenarnya bisa dikontrol dengan baik, asal kita tahu caranya. Rasulullah pun mengajarkan pada ummatnya untuk selalu memupuk rasa, meskipun dengan hanya sebuah senyuman dan salam. Rasul pun mengajarkan lagi bahwa ada satu sisi yang menarik dalam diri setiap manusia. Fitrahnya untuk dipuji, dan tentu saja diperhatikan. Maka, Rasul pun mengajarkan untuk saling memberi perhatian, dalam bentuk apapun. Bisa senyuman, salam, bahkan dalam bentuk barang sekalipun. Hibah/ kebiasaan saling memberi, menurut Rasulullah adalah salah satu dari kunci sukses untuk menumbuhkan cinta. 


Maka, jika hal ini bisa dilakukan secara kontinu, tanpa mengurangi urgensi sesungguhnya, bisa dipastikan, perceraian yang sering terjadi dalam masyarakat kita akhir-akhir inii, terutama di kalangan artis, bisa dikurangi kapasitasnya. Semoga...


Wallahu’alam bissawab...


by Ila Rizky Nidiana



sumber diambil dari blog multiply lamaku

Tegal, Home Sweet Home, 210109, 20:36, ngetiknya sambil  ditemani  lagu korea ‘Never Say Goodbye' - Mario & Nesty. Nice song! ^^


Makasih buat mbak Na (Starry Nite) dan Mbak Rina (Lieberina) atas curhatannya ttg jenuh.. hehe.. ternyata bisa dibikin artikel juga ya? =D
Maap yaaa... Tulisannya asal jadi. ^_^ Silahkan dikomentari.. Yuukk.. marii... ^^

`menelisik jejak Rasulullah dalam sketsa kehidupan.. tuk menuju satu titik keteraturan yang sempurna: ibadah`