Pages

Jumat, 01 Februari 2013

My Sunny Girl


My Sunny Girl
By Ila Rizky Nidiana

“It’s a sunny day, I love it!”, aku bergaya di depan kamera. Membentangkan  tanganku lebar-lebar.  Lalu memamerkan deretan gigi kelinciku. Di belakangku terbentang hamparan bunga-bunga di taman kota.

Klik!

Biyan melingkarkan jemarinya membentuk tanda oke.

“This is my favorite  ones, Dear! Hehe... “ Lelaki itu menekan tuts di lensa kamera. Membidikkan  lensa ke  sudut kota.

“Keisha, I think you should learn about photography too, so you could share for me many stunning and beautiful scenes!” Aku mengangguk pelan.

Kuletakkan tas ranselku di atas hamparan rumput. Helai dedaunan maple yang ramai  jatuh satu persatu di bawah kakiku membuatku selalu rindu suasana ini. Seperti berada di negeri dongeng dengan sejuta impian masa kecilku.

Aku suka menatap Biyan lama-lama. Tertegun sendiri. Saat melihat Biyan melepaskan emosi lewat bidikan lensa kamera. Dan aku bisa memotret wajahnya di mataku. Sinar lembut wajah lelaki yang memancarkan cinta.

***

“Last day at Munchen. Where will we go today?”
“Are you also coming to Paris?”
“I’d love to Biyan. But not enough time. How are you?”
Biyan memegang tanganku. Ada rasa getar halus mengalir di tubuhku. Tapi segera kuabaikan.
“Suasana di sini cozy dan berbunga-bunga, Dear. Aku suka banget bunga2 ituu... “ Aku meracau seperti burung yang baru lepas dari sarangnya. Hahaa.. iya, Biyan menarik lenganku mendekat. Dia segera melingkarkan tanganku di pinggangnya.  Jemariku menunjuk  toko berpagar bunga-bunga. Indah sekali bunga-bunga itu.

Aku berlari ke depan toko. Menarik tangan Biyan semakin kuat.

“Ayo kita foto berdua di sini, Dear. Sebentar…”

Aku menghentikan langkah seorang lelaki tua bertopi merah yang melintas di depan toko.

“Anggap ini hadiah dariku. Bagaimana? “ dia mengerling manja tanda setuju. Lalu mengajakku senyum di hadapan kamera.




“Sekalian belajar fotografi, hehe. Nice capture, Sir..” aku membungkukkan badan tanda hormat. Sedikit saja salah bahasa tubuh, mungkin aku akan dianggap orang asing yang tidak tahu budaya setempat.
“Neuschwanstein castle indah banget ya. Kita kesana yuk, Dear…” Biyan mengajakku lebih jauh lagi menjelajah kota ini.

Perjalanan ke kastil Neuschwanstein sempurna menambah daftar kebahagiaanku. Bentangan rumput hijau, rumah-rumah  di pedesaan, hutan pinus, es membeku, butiran salju, hamparan  pegunungan Alpen, dan tentu saja kastil kuno, really enjoy it! Thanks my Dear Biyan. Love you!


***

Biyan antri beli Bayern-Ticket di loket kereta. Aku yang duduk-duduk mengayunkan kaki ke udara. Lalu berdiri lagi karena tak tahan ingin segera pergi berjalan-jalan ke Paris. Surganya para pecinta.
Aku membeli penutup telinga yang dijual 1 Euro per pasang. Kubaca di keterangan  toko, kata pelayannya ini digunakan untuk kenyamanan atau keselamatan telinga. Cuaca kadang tidak menentu, dan aku yang kadang mengabaikan kesehatan, harus membeli sepasang, uhmm.. dua pasang kurasa. Dengan biyan satu pasang dan aku sendiri satu pasang.
Tutt tuut tuut!
Ponselnya yang disimpan di tasku berbunyi.
Aku membaca satu panggilan tak terjawab di ponselnya. Kubuka dan baru beberapa detik, sebuah panggilan bordering lagi.
“Haloo…”
“Hallo, Biyan….It’s me, Dear…”
Deg! Suara itu… Suara perempuan….
Lututku lemas, aku kehilangan keseimbangan.

***

Hauptbahnhof München. Stasiun kereta antarnegara dan regional yang sangat ramai namun teratur. Aku menangis di sandaran kursi. Lalu  gagap, aku kalut berlarian di depan orang-orang di stasiun.  Kusibak beberapa  tangan yang kulewati. Perih!

Lelaki itu sungguh terlalu. Dia membawa semua  cinta dan kesetiaanku selama 1 tahun ini.  Bersama sesosok perempuan lain. Tadi aku sempat mengingat suara itu. Dan itu suara Nay.

Kulempar kamera ke tong sampah. Biyan melihatku berlari menangis. Dia mengejarku kalut.

Tuutt tuuutt…
Kereta melaju kencang dari arah berlawanan.

Brakk!

Suara benda terjatuh berdebam keras sekali. Darah berceceran di lantai. Aku melihat bayangan diriku dari atas langit.

“Slamat tinggal Biyan…”

***


 NB : minta kritiknya ya, teman. hihi. Belum pernah ngrasain menjejakkan kaki di negeri 4 musim, dan kayaknya ada yang janggal xD 

9 komentar:

  1. kalo menurut aku bagus mbak...soale aku ngga bisa menulis fiksi...jadi kagum aja sama orang yang bisa menulis seperti ini....lanjutkan mbak....tetap semangat....

    BalasHapus
  2. kayaknya ada yang janggal, mba nia. cuma karena bikinnya pas buru-buru, jadi ga ngerti nih kurangnya dimana :D makasih udah komen ya, ini masih belajar :D

    BalasHapus
  3. suka bingung, kalau nulis dengan 2 bahasa, mending kalau Indonesia, Indonesia aja, sedangkan kalau mau English, yang full English jd enak. Sekedar saran aja, dari orang yg kagak bisa nulis :)

    BalasHapus
  4. jadi waktu musim semi yaa mbak, keren banget bahasa inggris nya campur bahasa indonesia :D

    paris, aah biyan kau selingkuh yaa #jewer :D

    BalasHapus
  5. Oalah endingnya bunuh diri toh? ckck.. :(

    Kisahnya bagus Mbak, Bahasanya juga oke, Klo kekurangannya menurutku cerita peradegan terlalu singkat-singkat sehingga terkesan lompat-lompat, harap maklum ya Mbak saya ini sedang mempelajari bahasa cerpen :D

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)