Pages

Selasa, 03 September 2013

Kebebasan Berekspresi Blogger Filipina

pembunuhan penyiar radio credit
Pernahkah kamu mendengar tentang Filipina? Filipina adalah salah satu negara tetangga Indonesia yang masuk kawasan ASEAN. Filipina terletak di Utara Indonesia yang juga merupakan negara kepulauan. Jumlah pulau di Filipina sekitar 7.000 buah masih lebih sedikit dibandingkan dengan Indonesia. Filipina adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memiliki pengaruh barat yang sangat kental karena pengaruh negara bekas jajahan. Contohnya saja nama orang Filipina kebanyakan berbau Spanyol, "upacara" pernikahannya pun ala Amerika.


Kebebasan Pers di Filipina

Filipina merupakan negara di ASEAN yang memiliki tingkat kebebasan pers tertinggi. Dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN, Filipina berbeda dalam hal kebebasan ataupun demokrasinya. Bisa dibilang bahwa Filipina adalah negara yang paling bebas.

Indeks Kebebasan Pers (Press Freedom Index) adalah alat ukur yang menempatkan negara dalam susunan rangking untuk variabel tertentu dengan mengumpulkan liputan acara pers tahunan berdasarkan enam faktor: pluralisme, kebebasan media, lingkungan dan penyensoran diri, kerangka kerja legislatif, transparansi, dan infrastruktur. Indeks ini dirilis oleh organisasi pers dunia Reporters Without Borders (Reporter San Frontiers) berdasarkan hasil survei yang dilakukan di 179 negara. Semakin kecil peringkat suatu negara, berarti semakin baik dan negara bisa mengontrol arus informasi maupun kewajiban warga terhadap informasi yang diberikan.


Hasil penelitian, sepanjang 10 tahun terakhir Reporters Without Borders, yang menyatakan negara-negara di kawasan ASEAN menempati posisi terendah di antara 179 negara yang dinilai. Filipina ada di peringkat 147 dari 179 negara. Ini mengindikasikan bahwa negara ini adalah negara yang kurang memberikan kebebasan bagi warganya. Citizen journalism atau jurnalisme warga yang biasanya dilakukan oleh warga melalui media sosial semacam blog, web kurang mendapatkan kebebasan berpendapat. Akibatnya, banyak aturan-aturan yang mengekang warga termasuk blogger agar tidak bisa sekehendak hatinya untuk berbicara  di media seperti web atau blog.


Pers di Filipina sangat bebas dibandingkan dengan di Indonesia. Para pejabat pemerintah maupun presiden sangat sering menjadi sasaran kritik maupun ejekan tanpa menimbulkan masalah. Inilah yang membuat gejolak di Filipina lebih kelihatan dibanding di Indonesia. Pemerintah Filipina yang anti kritik ternyata keberatan untuk dikritik oleh pers Filipina. Terbukti Filipina tergolong negeri yang paling berbahaya di dunia bagi para pengelola media pers. Sejak memiliki kembali pemerintahan sipil pada 1986, lebih dari 150 petugas pers—termasuk wartawan—terbunuh di Filipina. Salah satu penyebab banyaknya korban yang terbunuh di kalangan pers diduga karena adanya kebudayaan impunitas, yaitu lambannya penegakan hukum. Impunitas menyebabkan orang-orang yang memiliki potensi melakukan kekerasan tak merasa takut dan jera menghadapi tindakan hukum.

            Di satu sisi, kuatnya arus kritik dan gelombang ketidaksetujuan terhadap suatu kebijakan bisa dengan mudah menyebar luas, tapi belum ada tindakan preventif untuk mengerem berita agar tidak berat sebelah maupun sekehendak hati. Akhirnya, pihak yang dikritik mau tak mau mengalami down sehingga efeknya adalah pembungkaman terhadap kritikan. Tentu ini sama seperti halnya ketika era orba di Indonesia dimana kebebasan pers masih sulit untuk ditembus. Siapa yang protes, pasti bakal kena dampaknya.

Jurnalisme Warga : Blogger Filipina akankah mendapatkan kebebasan berpendapat?

Baru-baru ini, tanggal 30 Agustus 2013 ada kasus terbaru dari pers Filipina dengan kasus terbunuhnya penyiar radio vokal yang menyuarakan protes tentang korupsi dan peningkatan kejahatan. Kasusnya masih baru banget ya? Penyiar ini ditembak mati oleh pria bersenjata. Bisa dibaca di sini. Ini mengindikasikan masih adanya ketidakberesan dengan sistem pers di sana. Bebas tentu harus bisa dipertanggungjawabkan, namun ketika kritikan tidak diindahkan, justru senjatalah yang bicara.

            Nah, bagaimana jika blogger warga Filipina juga mengalami hal yang sama? Blogger Filipina yang saya kenal saat ABFI di Solo memang bebas berekspresi, cenderung out of the box. Mereka mengutarakan tentang sosial dan budaya dengan lugas, terutama potensi wisata. Namun, yang saya lihat bahwa jika sudah berhubungan dengan isu politik maka besar kemungkinan nasibnya akan sama dengan wartawan atau pekerja pers. Hal ini juga berlaku untuk semua orang yang ada di Filipina. Jadi, jika hal ini terjadi terus menerus, maka akan menghambat terbentuknya keamanan di dalam negeri. Kebebasan berekspresi jadi mandul. Padahal Komunitas ASEAN 2015 menjunjung tinggi 3 pilar yang salah satunya adalah pilar politik dan keamanan negara. Jika negara tidak bisa melindungi warganya dari kejahatan karena tak ada undang-undang yang kuat menjaga hak warga untuk berpendapat di muka umum, tentu ini akan jadi hambatan. Pers dan media adalah salah satu corong untuk memberikan informasi ke seluruh penjuru negeri. Perlu perlindungan HAM bagi warga yang memberikan pendapatnya lewat blog agar para blogger tetap merasa aman dan informasi yang diberikan berimbang. Arus informasi pun bisa terkendali. Maka, mari tunggu Filipina berbenah untuk kebebasan berekspresi yang lebih baik. :)



Referensi : 
http://nasional.kompas.com/read/2013/02/09/02051724/Kebebasan.Berekspresi.Menjalar.ke.Negara.Tetangga
http://www.antaranews.com/berita/335809/filipina-kecam-serangan-situs-web-pemerintah
http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Kebebasan_Pers
http://pewarta-indonesia.com/berita/hukum/11559-indeks-kebebasan-pers-indonesia-pada-peringkat-139.html

4 komentar:

  1. kebudayaan impunitas yang terjadi juga di negara ini, negara berkembang memang demokrasi, bebas berpendapat, juga ramai kritik, pihak yang di kritik, petinggi, tidak jera, tidak punya budaya malu seperti negara maju, setidaknya di Asia, hukum yang lama tindakan juga bakal jadi omong kosong untuk perlindungan ham, liat saja kasus munir di negara kita. Tapi semoga Flipina berbenah lebih baik, juga untuk negara ini.

    BalasHapus
  2. iya, mba. ga cuma kasus munir aja. hiks. pembahasan tentang perlindungan ham untuk negara2 berkembang memang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berbenah. semoga saja secepatnya. jadi pers juga merasa aman menjalankan tugasnya dan tidak berat sebelah juga.

    BalasHapus
  3. wah ila ikutan ya. maaf ya ila aku baru bisa mampir

    BalasHapus
  4. Indeks Kebebasan Pers (Press Freedom Index) menurut Reporters Without Borders untuk Indonesia berapa La? Perasaan kita (halaaah ini mah perasaan ya) lebih bebas dibanding Filipina.

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)