Pages

Jumat, 08 November 2013

Jejak Etnis China di Pantura

Jejak Etnis China di Pantura. Pas hari Selasa saya pulang pake travel, mobil kami melewati jalur tol menuju Brebes. Setelah nyampe di jalan raya Brebes itu, ibuku cerita soal seorang kenalan yang orang China, tinggal di Brebes dan buka ruko di pasar Brebes itu. Dulu orang tuanya itu tinggal di depan rumah simbahku di panggung depo. Sekeluarga memang masih keliatan muka chinanya karena kayaknya mereka hanya menikah dengan orang sesama china keturunan asli. Etos kerjanya keras dan disiplin sekali. Saya salut banget. Kalo bisa dibilang dia itu workaholic ya. Anggaplah dia buka toko jam 3 pagi dan toko tutup jam 10 malam. Jam 10-11 beresin keuangan toko dan nyiapin dagangan buat besoknya. Jam 12 malam sudah pulang ke rumah. Tapi, tidur cuma tiga jam aja. Ya, tiga jam aja! Kebayang seperti apa kerjanya? Hehe :D

Saya jadi ingat keluarga orang yang dimaksud ibuku tadi. Di panggung memang masih banyak orang china asli. Biasanya dulu pas kecil saya yang disuruh buat beli bahan-bahan masakan pas simbah masih ada. Belinya sama orang china yang buka ruko di dekat jalan raya serayu. Kalo bisa dibilang, seputaran situ orang chinanya banyak. Bahkan di daerah veteran dan setia budi itu china semua.

Saya jadi ingat kalau buku sejarah yang dulu pernah saya baca pas kecil menuliskan kalau kawasan pesisir pantai utara laut jawa memang dikunjungi oleh para pedagang dari China dan Arab. Masing-masing etnis ini masih ada sampai sekarang di sini. Kalau arab sendiri lebih dominan di daerah pekalongan tapi di Tegal ada juga sih. Ada kawasan kauman artinya ada orang arab asli. Kalo yang China di Tegal ada. Beberapa bahkan masih menggunakan nama asli untuk panggilan meski di ktp denger-denger karena kasus di era pak Harto akhirnya disuruh diganti pake nama yang indonesia. Misalnya aja Chiang Lee.

Jejak china di pantura tak hanya menguasai denyut nadi perekonomian. Mereka juga membaur kok dengan yang lainnya. Yang saya herankan, apa saya ada keturunan china ya? Qiqiqi. *siap2ditimpuk* Karena dari keluarga inti bapak, bapak dan sodara-sodaranya mukanya ga terlalu keliatan china, tapi matanya sipit. Sempet juga ada orang yang ngira kalo adek pertamaku yang cowok itu china pas dia pajang foto pas kecil pake baju koko. Meski tidak kentara sekali, yang tersisa cuma mata sipit aja dan warna kulit yang cenderung langsat. Itu pun seiring waktu sudah berubah menjadi lebih coklat.

Saya jadi ngebayangin kalo nikah sama orang beda suku nanti jadinya seperti apa percampurannya. Ekeke. Ada ga orang arab gitu biar hidungnya rada mancung dikit. Wkwk. Ga ding becanda. :P

Tegal, 081113, 00:59

1 komentar:

  1. di Tegal mah emang banyak orang Tionghoa. dulu jaman sekolah, banyak teman yang orang Tionghoa. satu kelas bisa ada sampai 5 orang etnis itu. dan banyak yang dipanggil pake nama China-nya. tapi, yang lebih sering dipanggil pake nama China biasanya yang Buddha. kalo yang Kristen atau Katolik, lebih sering dipanggil pake nama biasa. paling satu dua orang yang dipanggil pake nama China. Gak tahu kenapa gitu.

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)