Rupa-rupa
GRI dan Resensi Buku. Setelah
saya masuk menjadi anggota Blogger Buku Indonesia (BBI), pelan-pelan akhirnya saya bisa
mengikuti ritme grup. Jujur, masuk ke BBI seperti masuk ke dalam sarang predator
buku. Apalagi ketika bahasan tentang kritik sebuah buku. Saya pun mempunyai
pandangan sendiri tentang sebuah buku, mengapa buku itu bagus dan layak diberi
rating bagus di GRI(Goodreads Indonesia).
Seperti
yang kita tahu, GRI jadi acuan selain resensi buku yang ditulis di blog maupun
testimoni di twitter. Ada buku yang saya nilai bagus karena memang membahas sebuah
tema yang beda dan khas. Tema itu belum pernah dibahas oleh penulis lain. Jadi
ketika nemu bagus begitu, saya kasih rating tinggi. Normalnya memang 3-4 tapi
kalo 5 berarti memang saya fanatik sama buku itu. Itu aja sih. :D
Soal
kritikan terhadap sebuah buku, saya hanya berharap kalau suatu saat penulis pun
akan bermetamorfosis sesuai dengan lama karir kepenulisannya. Dulu, waktu zaman
kuliah, saya pernah baca novel Tasaro GK yang covernya 5 cowok kece. Bahasanya masih
kaku waktu itu. Wajar ya, mungkin itu adalah novel dia yang pertama setelah
sebelumnya dia menulis artikel khas wartawan. Saya membaca novel tanpa ada feel
di dalamnya. Setelah buku ditutup, ya udah. Selesai. Bahkan saya tidak ingat bagian
mana yang membuat saya tertarik menyelesaikan buku itu. Kebanyakan diskipnya. Tapi sekarang saya baca Galaksi Kinanthi, beda
banget dengan novel Tasaro yang dulu.
Beda
lagi dengan buku Ollie yang saya baca tuntas 2-3 jam di perpus kota. Ternyata
penulisnya punya kebiasaan membaca 2-3 buku setiap hari. Ya sekali lagi, wajar
jika dia bisa menulis yang bagus. Karena penulis tanpa asupan membaca, akan
jadi seperti apa?
Ngutip
omongan Haris Firmansyah tentang proses menyelesaikan buku, saya lupa-lupa
ingat redaksi katanya, udah lama :P Intinya, buku yang bagus itu dibuat dengan
proses yang lama dan editing sana sini sampai memuaskan. Tujuannya agar ketika
pembaca pengen nyelesein baca buku itu dia ga butuh waktu lama. Karena buku
yang bagus memang buku yang membuat pembacanya mau menghabiskannya dalam sekali
duduk.
Jadi
silahkan pilih. Maukah penulis meluangkan waktu lebih banyak untuk merevisi
bolong-bolongnya atau dia mau dikritik setelah buku terbit? Soalnya kalo di GRI
serem kalo ngritik, bisa habis di sana karena pembacanya beragam. Apalagi kalau
ada pembaca yang merasa rugi menghabiskan uang dan waktu untuk membaca buku
yang kurang sreg.
#Lagi
pengen curhat aja.
191113,
11:22
jadi pengen gabung BBI :D
BalasHapusayo gabung, kak :D
Hapusbelum pernah nulis buku jadi gak tau rasanya di kritik. Tapi sebagian kritik juga bisa membangun ya
BalasHapusinsya Allah membangun, mba Lidya. :D
HapusDari dulu pengin gabung di BBI. Mesti punya blog khusus ya, Mbak? Itulah masalahnya... blog yang satu aja ga keurus. Hiks.
BalasHapusiya, mba Yanti. Harus blog khusus. :D Kalo bisa pisahkan aja dulu, mba.
Hapus