Pages

Kamis, 28 Agustus 2014

Kebutuhan Al Qur'an versi Timur Tengah

               Saya ingat pertama kali memiliki Al Qur'an sendiri saat pergantian kelas di TPQ. Dari yang awalnya belajar huruf-huruf hijaiyah di buku kecil Iqro, lalu berganti harus mulai belajar membaca mushaf Al Qur'an. Anak-anak TPQ bisa membeli mushaf ini di koperasi sekolah maupun membeli sendiri di toko kitab-kitab. Karena ingin praktis, maka saya memilih beli di koperasi.


                Selang satu tahun kemudian, saya dinyatakan wisuda dari TPQ. Di wisuda itulah saya memegang lagi Al Qur'an yang baru, lengkap dengan tulisan lulusan angkatan ke berapa, TPQ mana, tahun berapa lulusnya juga ditambah logo TPQ yang mewisuda. Sampulnya itu terbuat dari sampul plastik yang dilekatkan dengan Al Qur'an. Jadilah Al Qur'an versi wisuda itu eksklusif dan berkesan bagi saya karena mengingatkan momen terbaik saat saya selesai pendidikan TPQ.

Empat mushaf al Qur'an. Dari yang terkecil sampai terbesar. Al Qur'an bersampul emas, orange, ungu dan biru.
             Tak disangka, sejak itulah saya yang awalnya memiliki Al Qur'an besar tanpa terjemahan, jadi beralih ke Al Qur'an terjemahan yang super kecil tulisannya. Al Qur'an ini versi departemen agama, yang di bawahnya banyak sekali note seputar kisah yang ditulis dalam Al Qur'an. Jadi pembaca bisa tahu kisah lengkap dibalik turunnya Al Qur'an tersebut. Saya butuh al quran itu untuk memperdalam ilmu agama, agar tak hanya sekadar bisa membaca hurufnya saja. Saat kuliah saya memiliki Al Qur'an ukuran yang lebih nyaman dibawa. Tidak terlalu tebal, tapi juga tidak terlalu tipis, beserta terjemahannya pula.

***

dua al qur'an beda versi. yang orange : azalia
                Saat ini penerbitan Al Qur'an sangat berkembang pesat. Dengan berbagai macam nilai tambah yang ditawarkan oleh penerbitan Al Qur'an, Al Qur'an menjadi eksklusif dan elegan. Pembacanya pun mendapatkan nilai tambah antara lain seperti yang ditawarkan oleh Al Qur'an Azalia terbitan Syaamil Quran. Azalia yang merupakan produk spesial dari Syaamiil Quran untuk wanita karena dilengkapi dengan halaman blok ayat-ayat tentang wanita dan keluarga, indeks keluarga, wanita-wanita abadi dalam Al Qur'an, doa Khatmil Qur'an, dan adab memuliakan Al Qur'an. Juga disertai  tiga kartu berisi daftar nama surat, pedoman tanda waqof, doa sujud tilawah, dan jadwal waktu sholat.

                Syaamil pun mempunyai produk lainnya seperti Syaamil Tabz untuk pembaca yang lebih suka versi al quran digital. Al Qur'an kini bisa dinikmati oleh para pembaca tunanetra dalam bentuk Al Qur'an Braille. Harganya yang mahal tak membuat gusar. Sebab ternyata saya pun pernah mendengar ada pembagian Al Qur'an Braille gratis di Masjid At-tiin Jakarta. Entah atas donasi pribadi atau organisasi, saya lupa. Namun, saya mengapresiasi sekali para donatur yang mampu mewujudkan keinginan sahabat-sahabat kita yang mengalami keterbatasan tersebut untuk belajar membaca Al Qur'an.
Seorang gadis tuna netra sedang membaca Al Qur'an (credit)
                Al Qur'an yang dibutuhkan saya seperti Al-Qur'an Azalia, namun ditambah dengan matsurat, hadits arbain, kumpulan doa-doa harian, tips menghafal Al Qur'an, dan tips untuk membiasakan diri membaca satu hari satu juz. Maraknya gerakan ODOJ(One Day One Juz) membuat saya yakin Syaamil Quran mampu membuat Al Qur'an versi ODOJ. Di mana ada bonus matriks untuk mencatat target mengaji satu hari satu juz.

                Lalu, ada pula tips untuk melakukan ODOJ yaitu dengan melihat pijakan dari 1 day 1 juz adalah jumlah lembar dalam 1 juz. Ada perbedaan antara mushaf kertas buram yang tulisan besar dengan mushaf Timur Tengah. Jumlah lembar 1 juz dalam mushaf terbitan Depag ada 9 lembar sedangkan mushaf cetakan Beirut dan Timur Tengah lainnya ada 10 lembar. Jika 10 lembar maka tinggal dibagi dalam 5 waktu shalat.

                Di mushaf terbitan Timteng biasanya akhir halaman pasti akhir ayat. Hal ini dibuat untuk menjaga kerapian, keindahan dan memudahkan hafalan. Oleh karena itu ada yang menyebut Qur'an Timteng dengan Quran pojok. Berbeda dengan mushaf bekertas buram yang ‘kurang tertib’ artinya akhir halaman bukan akhir ayat. Dan itu ada banyak di musholla dan masjid di lingkungan kita. Al Qur'an Azalia yang saya pegang mengikuti versi Timur Tengah, berisi 10 lembar per 1 juz. Saya jadi berangan andai Al Qur’an di Indonesia semuanya mengikuti model Timur Tengah, sehingga mudah untuk menandai hafalan.
                     
Bukan Al Qur'an pojok, sehingga ayat terpotong di akhir halaman

                Bayangkan saja bila banyak para pembaca Al Qur'an yang tidak saja senang membaca namun mulai menyisihkan waktu untuk menghafal satu per satu ayat. Mengingat keutamaan menjadi penghafal Al Qur'an, maka Al Qur'an khusus para penghafal dalam bentuk kecil yang nyaman dibawa kemana-mana ini membuat pembacanya nyaman saat menghafal. Jika banyak yang merasakan manfaat dari al Qur'an pojok, pasti akan banyak generasi penjaga Al Qur'an yang menjadi kebanggaan Rasulullah di hari akhir nanti. 

 Artikel ini diikutsertakan dalam Parade Ngeblog IKAPI JABAR - Syaamil Quran #PameranBukuBdg2014

6 komentar:

  1. Benar, Mbak. Selama lima tahun di Timur Tengah (Yaman), saya hanya menemukan Alquran yang dicetak 10 lembar per juz dan di akhir halaman adalah akhir ayat. Foto paling bawah mengingatkan saya pada mushaf-mushaf di musala kampung halaman.

    BalasHapus
  2. waahhh ternyata kita sama - sama Azalia ya mba heheheh

    BalasHapus
  3. Oh baru tahu klo yang versi Timteng La, emang jadi gampang utk membagi bacaan ya klo genap gtu :)

    BalasHapus
  4. Palung suka baca yg gede mbk.enak rasanya :)

    BalasHapus
  5. aku dulu gak ngerti al qurn pojok loh :)

    BalasHapus
  6. Wah, saya setuju banget kalau Al-Qur'an Braille itu diproduksi dan disebarluaskan untuk para tuna netra, Mbak. Tapi dengar-dengar biayanya mahal, ya.

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)