Saya ingat pertama kali memiliki Al Qur'an sendiri saat pergantian
kelas di TPQ. Dari yang awalnya belajar huruf-huruf hijaiyah di buku kecil Iqro,
lalu berganti harus mulai belajar membaca mushaf Al Qur'an. Anak-anak TPQ bisa
membeli mushaf ini di koperasi sekolah maupun membeli sendiri di toko kitab-kitab.
Karena ingin praktis, maka saya memilih beli di koperasi.
Selang
satu tahun kemudian, saya dinyatakan wisuda dari TPQ. Di wisuda itulah saya
memegang lagi Al Qur'an yang baru, lengkap dengan tulisan lulusan angkatan ke berapa,
TPQ mana, tahun berapa lulusnya juga ditambah logo TPQ yang mewisuda. Sampulnya
itu terbuat dari sampul plastik yang dilekatkan dengan Al Qur'an. Jadilah Al Qur'an versi wisuda itu eksklusif dan berkesan bagi saya karena mengingatkan
momen terbaik saat saya selesai pendidikan TPQ.
Empat mushaf al Qur'an. Dari yang terkecil sampai terbesar. Al Qur'an bersampul emas, orange, ungu dan biru. |
Tak
disangka, sejak itulah saya yang awalnya memiliki Al Qur'an besar tanpa
terjemahan, jadi beralih ke Al Qur'an terjemahan yang super kecil tulisannya. Al Qur'an ini versi departemen agama, yang di bawahnya banyak sekali note seputar
kisah yang ditulis dalam Al Qur'an. Jadi pembaca bisa tahu kisah lengkap dibalik
turunnya Al Qur'an tersebut. Saya butuh al quran itu untuk memperdalam ilmu
agama, agar tak hanya sekadar bisa membaca hurufnya saja. Saat kuliah saya
memiliki Al Qur'an ukuran yang lebih nyaman dibawa. Tidak terlalu tebal, tapi
juga tidak terlalu tipis, beserta terjemahannya pula.
***
dua al qur'an beda versi. yang orange : azalia |
Saat ini
penerbitan Al Qur'an sangat berkembang pesat. Dengan berbagai macam nilai tambah
yang ditawarkan oleh penerbitan Al Qur'an, Al Qur'an menjadi eksklusif dan
elegan. Pembacanya pun mendapatkan nilai tambah antara lain seperti yang
ditawarkan oleh Al Qur'an Azalia terbitan Syaamil Quran. Azalia yang merupakan
produk spesial dari Syaamiil Quran untuk wanita karena dilengkapi dengan
halaman blok ayat-ayat tentang wanita dan keluarga, indeks keluarga,
wanita-wanita abadi dalam Al Qur'an, doa Khatmil Qur'an, dan adab memuliakan Al
Qur'an. Juga disertai tiga kartu berisi
daftar nama surat, pedoman tanda waqof, doa sujud tilawah, dan jadwal waktu sholat.
Syaamil
pun mempunyai produk lainnya seperti Syaamil Tabz untuk pembaca yang lebih suka
versi al quran digital. Al Qur'an kini bisa dinikmati oleh para pembaca
tunanetra dalam bentuk Al Qur'an Braille. Harganya yang mahal tak membuat gusar.
Sebab ternyata saya pun pernah mendengar ada pembagian Al Qur'an Braille gratis
di Masjid At-tiin Jakarta. Entah atas donasi pribadi atau organisasi, saya lupa.
Namun, saya mengapresiasi sekali para donatur yang mampu mewujudkan keinginan
sahabat-sahabat kita yang mengalami keterbatasan tersebut untuk belajar membaca Al Qur'an.
Seorang gadis tuna netra sedang membaca Al Qur'an (credit) |
Al Qur'an
yang dibutuhkan saya seperti Al-Qur'an Azalia, namun ditambah dengan matsurat,
hadits arbain, kumpulan doa-doa harian, tips menghafal Al Qur'an, dan tips untuk
membiasakan diri membaca satu hari satu juz. Maraknya gerakan ODOJ(One Day One
Juz) membuat saya yakin Syaamil Quran mampu membuat Al Qur'an versi ODOJ. Di
mana ada bonus matriks untuk mencatat target mengaji satu hari satu juz.
Lalu, ada
pula tips untuk melakukan ODOJ yaitu dengan melihat pijakan dari 1 day 1 juz
adalah jumlah lembar dalam 1 juz. Ada perbedaan antara mushaf kertas buram yang
tulisan besar dengan mushaf Timur Tengah. Jumlah lembar 1 juz dalam mushaf
terbitan Depag ada 9 lembar sedangkan mushaf cetakan Beirut dan Timur Tengah
lainnya ada 10 lembar. Jika 10 lembar maka tinggal dibagi dalam 5 waktu shalat.
Di mushaf
terbitan Timteng biasanya akhir halaman pasti akhir ayat. Hal ini dibuat untuk
menjaga kerapian, keindahan dan memudahkan hafalan. Oleh karena itu ada yang menyebut
Qur'an Timteng dengan Quran pojok. Berbeda dengan mushaf bekertas buram yang
‘kurang tertib’ artinya akhir halaman bukan akhir ayat. Dan itu ada banyak di
musholla dan masjid di lingkungan kita. Al Qur'an Azalia yang saya pegang mengikuti versi Timur Tengah, berisi 10 lembar per 1 juz. Saya jadi berangan andai Al Qur’an di
Indonesia semuanya mengikuti model Timur Tengah, sehingga mudah untuk menandai
hafalan.
Bukan Al Qur'an pojok, sehingga ayat terpotong di akhir halaman |
Benar, Mbak. Selama lima tahun di Timur Tengah (Yaman), saya hanya menemukan Alquran yang dicetak 10 lembar per juz dan di akhir halaman adalah akhir ayat. Foto paling bawah mengingatkan saya pada mushaf-mushaf di musala kampung halaman.
BalasHapuswaahhh ternyata kita sama - sama Azalia ya mba heheheh
BalasHapusOh baru tahu klo yang versi Timteng La, emang jadi gampang utk membagi bacaan ya klo genap gtu :)
BalasHapusPalung suka baca yg gede mbk.enak rasanya :)
BalasHapusaku dulu gak ngerti al qurn pojok loh :)
BalasHapusWah, saya setuju banget kalau Al-Qur'an Braille itu diproduksi dan disebarluaskan untuk para tuna netra, Mbak. Tapi dengar-dengar biayanya mahal, ya.
BalasHapus