Pages

Minggu, 31 Agustus 2014

Masalah Krusial Penerbitan di Indonesia

“Aku terus belajar mengenai sastra. Semakin banyak aku membaca buku, semakin banyak arti lain langit yang terlihat, dan semakin banyak pula arti bumi yang terlihat.”
– Heo Yeom : Novel The Moon Embrace that The Sun

                Pengalaman membaca saya dimulai dari sharing moment dengan teman sekelas saat sekolah. Teman-teman yang biasanya makan bareng di kantin sambil ngerumpi, perlahan mulai mengalihkan hobi itu di suatu bincang saat jam istirahat sekolah. Yang biasanya ngobrolin pelajaran, jadi ngobrolin buku yang disuka.

                Saat itu saya masih awam tentang buku apa yang bagus dan menarik untuk dibaca. Apalagi untuk anak remaja. Seorang teman membawa komik Conan, yang lainnya heboh tentang buku Harry Potter. Kedua buku itu jadi incaran pinjam-meminjam satu kelas karena harga bukunya yang mahal. Well, saya akhirnya kebagian antrian juga untuk membacanya. Itu pun dengan batasan waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Hanya dua atau tiga hari, biar bisa gantian sama teman. Kalau komik malah lebih cepat lagi habisnya, baca satu-dua jam kelar.

                Sejak itu aktivitas ngumpul-ngumpul kami selalu dibarengi dengan cerita seputar tokoh di dua buku itu, mulai dari sekuel yang bakal terbit sampai imajinasi si penulis yang keren abis! Dari aktivitas membaca itulah saya tahu bahwa membaca itu menyenangkan, seperti yang Heo Yeom bilang bahwa semakin banyak arti langit dan bumi yang bisa saya lihat. Saya bisa membaca pengalaman, imajinasi, dan ilmu yang dibagi oleh si penulis lewat bukunya.

***
                Saya suka baca buku karena pengalaman yang didapat lewat tulisan lebih membekas di ingatan dan juga hati. Bagi saya, membaca seperti menemukan oase di padang pasir. Pembaca itu bertumbuh, dari yang awalnya suka komik, beralih ke novel remaja yang tipis, lalu belok ke novel fantasi super tebal. Sah-sah saja. Kelak pembaca akan menemukan kebutuhannya sesuai dengan usianya yang juga mulai bertumbuh.

koleksi buku di kamarku :D
                Saya beli buku biasanya atas rekomendasi teman, seperti yang tadi saya sebutkan. Dari obrolan biasa saat jam istirahat, sampai akhirnya saya tahu “Oh, buku ini bagus.” Untuk sekarang pun saya masih menggunakan rekomendasi teman yang sudah membacanya. Biasanya saya survey dulu di Goodreads untuk melihat rating buku tersebut, membaca review yang dituliskan, melihat postingan teman Blogger Buku Indonesia lalu melihat kebutuhan saya. Apakah buku itu memang saya perlukan atau tidak. Jika iya, saya akan memesan di toko online atau membeli di toko buku langsung.

                Harga tidak jadi pertimbangan jika kontennya bagus. Worth it to buy. Jadi meski harus nabung pun saya bela-belain deh kalau memang bukunya bagus. Tapi kadang saya juga beli buku diskon jika memang ada buku incaran saya yang ternyata didiskon di pameran atau lapak buku murah.

buku nonfiksi yang saya suka, gaya bahasanya bikin belajar bahasa jadi menyenangkan!
Masalah Krusial dalam Penerbitan

                Masalah krusial dalam penerbitan menurut saya berawal dari buku yang dipasarkan. Jika kontennya menarik, seperti yang saya rasakan di dua buku itu, maka pembaca awam pun akan mulai menyukai dunia buku. Dengan begitu, pasar pembaca baru akan muncul. Aktivitas membaca akan makin bertambah jika pembaca sudah merasa nyaman dan menganggap buku sebagai kebutuhan. Dengan begitu yang diperlukan oleh penerbit sekarang adalah membuat konten yang menarik, unik, dan bermanfaat bagi pembacanya. Untuk masuk ke tahap itu saya rasa harus ada sinergi antara penulis, penerbit dan juga IKAPI untuk melihat apa kebutuhan pasar yang selama ini kurang dicukupi.

                IKAPI sebagai organisasi yang menaungi para penerbit layaknya seorang ayah, maka akan memberikan arahan yang tepat; apa saja yang harus dilakukan oleh penerbit agar bukunya tak hanya disukai di pasar lokal namun juga internasional. Ini penting mengingat mungkin sedikit yang bisa memenuhi standar buku bagus agar bisa dipamerkan di ajang seperti Frankfurt Bookfair 2014. Nah, dari sini pula, IKAPI bisa bijak mewadahi penerbit, memberi masukan apa saja yang diperlukan untuk masuk ke pasar internasional.

                Hambatan yang dialami penerbit semisal : pembajakan buku berkonten bagus, pencurian atau penipuan yang dilakukan distributor, atau distribusi yang kurang merata di luar Jawa, saya rasa masalah ini bisa dibenahi dengan membenahi manajemen. Pergudangan diperketat, memilih distributor yang sudah kompeten untuk menyebarkan buku ke toko-toko yang disuplai, juga tindakan tegas hukum untuk memberi efek jera pada para pembajak buku. Ketiga hal itu akan jadi PR besar penerbit setelah buku diluncurkan di pasaran.

                Nah, teman… apa kamu punya pendapat lain tentang hal ini? Share dong di komentar.




8 komentar:

  1. waduuuh memang masalah besar ketika buku-buku karya kita dibajak orang lain, disinilah pentingya hak cipta jika dilanggar maka dendanya milyaran rupiah :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hanya buku best seller yang dibajak, Mak. Makanya banyak penerbit yang gulung tikar. Sayang aja kan ya, konten udah bagus dibajak. Harus ditindak tegas untuk pelakunya.

      Hapus
  2. gak fokus aku lihat foto2nya ada pempek ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha, ayo nyicip pempeknya juga, mba Lidya :D

      Hapus
  3. Hal terpenting adalah kesadaran dari masyarakat untuk ikut peduli tidak membeli buku bajakan. Tapi susahnya harga buku bagi sebagian orang tergolong mahal. Sebagian besar malah mengkategorikan buku sebagai "not important thing to buy" :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mba. Untuk kalangan tertentu kadang ga butuh baca buku. :(

      Hapus
  4. lemarinya baguuusss *gagal fokus...apalagi suka kecele kalau labelnya teenlit tapi kok rata2 adegan dewasa...makanya lebih seneng beli buku yg rekomen atau sejarah,,

    BalasHapus
  5. kapan hari pas ke batam,q lpa g nlis judul buku itu (disamping pempek),mbk ila pernah posting di fb juga kan??

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)