Pages

Rabu, 10 September 2014

Rezeki dalam Sebutir Melon

Seorang lelaki mengetuk pintu rumahku. Diuluknya salam kepada penghuni rumah. Lalu saya keluar, sembari bertanya apa gerangan yang membuatnya kemari. Lelaki yang perawakannya terlihat menua itu bertanya, apa bapak ada? Kemudian saya mempersilahkan ia masuk dan duduk, sembari menawarkannya hidangan kue di meja tamu.


Beberapa menit kemudian, terjadi percakapan antara bapak dan beliau, si lelaki itu. Ternyata, lelaki itu menjual buah yang menyuplai stoknya untuk acara walimatul khitan tempo hari. Diulurkannya selembar kertas kwitansi, pembayaran selesai, dan ada beberapa buah yang dikembalikan karena memang tersisa banyak dan tidak dipakai. Kalau dari perjanjiannya, kami boleh menjual kembali padanya, asal masih dalam kondisi baik. Jadi, beberapa butir melon dikembalikan. Setelah ditimbang, uang akan diberikan. Lelaki itu pamit. Saya penasaran berapa nominal uang yang tertera di kwitansi. Saat melihatnya, saya tertegun. Angka satu juta lebih memenuhi lembar kertas.

Saya jadi berpikir tentang si lelaki itu. Andai tiap hari rezekinya seperti itu, tentu bukan hal yang mustahil untuk membeli rumah atau pun naik haji. Saya jadi ingat lagi tentang ucapannya sebelum pergi membawa melon yang ada di karung. Katanya, “Saya ga kemrungsung soal uang, Pak. Tapi saya ingat ibu saya, saya harus nyekar. Nyuwun sewu, Pak. Saya mau pamit dulu, nanti saya ke sini lagi setelah nyekar.”

Setelah si lelaki itu pergi, saya baru sadar saking buru-burunya, bahkan topinya saja tertinggal. Jadi inti cerita ini apa ya? Kalau menurut saya, rezeki tiap orang itu udah ditentukan sama Allah. Cuma... saya kagum aja gitu sama beliau, yang bisa berlimpah pendapatannya. Kalau dilihat dari aktivitasnya itu, kuncinya selain kerja keras, ia juga berbakti sama orang tua. Orang tua yang sudah meninggal masih sering didoakan.

Saya ingat lagi kejadian kemarin, beberapa teman ngeshare tulisan tentang Norman Kamaru yang dari Polisi, berubah jadi artis dadakan trus pindah haluan jadi tukang bubur. Banyak yang bilang menyayangkan keputusannya. Kalo menurutku, kali aja dengan ia berdagang bubur, ia bahkan bisa berlimpah rezekinya seperti si bapak yang tadi saya ceritakan di awal postingan ini. Sering kita menganggap remeh seperti ‘receh’ dalam bentuk sepiring bubur atau sebutir melon. Well, coba bayangkan jika pembelinya sebanyak si bapak setiap harinya. Ada pesenan dari hajatan ini, ada pesenan dari resepsi itu, dll. Saya rasa itu hak prerogatif Tuhan untuk menentukan berapa rezeki tiap harinya.

Ngutip kata Salim di buku Lapis-Lapis Keberkahan, “Apa yang sedikit lagi mencukupi, lebih baik daripada segala yang banyak tapi melalaikan.” Jadi bukan perihal banyak atau tidaknya, tapi rasa tentram saat mendapatkannya. Itu saja.

12 komentar:

  1. hak prerogatif Tuhan untuk menentukan berapa rezeki dan tentang lapis-Lapis Keberkahan<---mengingatkan saya akan byk hal mbak,,terkadang rezekinya org yg gk sekolah malah lebih hebat dari pada yg kuliahan,,,bener kan ya...

    BalasHapus
  2. duh,makasih mbk ila sharingnya...kapan hari juga diingatkan sama suami soal rezeki,rezeki sudah ada yag ngatur,termasuk anak..yang penting kita ikhlas :)

    BalasHapus
  3. Norman Kamaru yang kondang itu ya. Wah jadi ingat saat beliau kondang dengan joget joget INDIA. nya hiehihee. Pa kabar dia sekarang ya? Saya dengar sudah jadi artis ya

    BalasHapus
  4. Saya baru tahu kalau Norman Kamaru sekarang jualan bubur. Memang, yang namanya rezeki tidak akan lari ke mana, ya, Mbak.

    BalasHapus
  5. wau, ngena. memandang dari sisi lain. Aq jg sedang belajar meluaskan pandangan, memandang tak dari sisi pikiran sendiri.
    aq jg termasuk yg menyayangkan keputusan Norman. Hah! naif sekali.
    terima kasih postingan ini mb.
    Lapis2 keberkhan yg dah lama di tangan, pun belum juga selesai ku baca.

    BalasHapus
  6. baca ini jadi pengen tahu norman kamaru. hihi, saya gak tahu loh kalau skrg jualan bubur, ntr bs2 jadi ky judul sinetron :p

    iya ya, rezeki yang terlihat kecil kdg disepelekan

    BalasHapus
  7. Eh saya baru tahu kalau norman kamaru tukang bubur

    BalasHapus
  8. hah, norman kamaru skrg tukang bubur ya mbak? *salahfokus* -___-

    BalasHapus
  9. masa sih norman kamaru jadi tuang bubur ya ila? aku baru tahu. tapi apapun pekerjaannya yang penting halal ya

    BalasHapus
  10. Suka kata-kata yang dikutip dari buku lapis-lapis keberkahan aku share ya mbak hehehe. Rejeki memang sudah diatur dan in sha allah tidak pernah tertukar :)

    BalasHapus
  11. sependapat dengan cerita tentan Norman Kamaru

    BalasHapus
  12. Subhanallah, memang rezeki itu sudah diatur datangnya, tapi kita harus berusaha untuk mendapatkannya pula. Lebih berkah lagi kalau cara dan subernya halal, amiin, InsyaAllah

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)