Pages

Selasa, 31 Maret 2015

[Review Drama Korea] Good Doctor

[Review Drama Korea] Good Doctor

“Jika aku menjadi dokter, apa aku bisa membuat seseorang tak pergi ke surga?”
Park Shi On, seorang penyandang autis ingin menjadi seorang dokter. Saat kecil, ia melihat kelinci dan kakaknya meninggal. Kakaknya tertimpa reruntuhan saat membantunya mencari benda di bekas area pertambangan. Kelincinya meninggal saat keranjangnya dilempar sang ayah yang sedang mabuk dan marah-marah. Dua kematian membawa Park menuju jalan menjadi calon dokter. Ia belajar keras untuk menghafal dan memahami materi kedokteran bahkan sejak usia 8 tahun. Sejak itu, Park menjadi orang yang berbeda. Ia ingin berjuang mewujudkan impian kakaknya.

Park Shi On dan Pak Direktur

Sebuah rumah sakit swasta merekrutnya menjadi dokter residen dengan beberapa syarat. Selama proses magang, ia harus selalu diawasi seniornya. Laporan pekerjaannya akan dievaluasi enam bulan kemudian. Sayangnya, saat akan melaksanakan operasi pertama kali, ia terus-menerus menunjukkan sikap mengulang instruksi. Yang itu artinya penyakit autisnya belum sembuh total. Park hampir diberhentikan, andai tak ada jaminan dari direktur RS bahwa ia layak diberi kesempatan. Ia pun magang di bangsal anak selama enam bulan.

Intrik rumah sakit, perselisihan dengan senior, hingga masalah dengan ibunya yang muncul silih berganti mewarnai drama sepanjang 20 episode ini. Park dihadapkan pada banyak masalah. Bukan hanya Park yang belajar, tapi teman-teman dan seniornya di rumah sakit pun belajar bagaimana menjadi dokter yang baik.

Park Shi On di depan rumahnya
Saya jarang nonton k-drama maupun film Korea. Kalau dulu sih sering, tapi itu pas generasi awal drama Korea muncul, seperti Winter Sonata dan Endless Love. Makin ke sini, k-drama menyajikan banyak tema yang beragam. Mulai dari alien, masakan, rumah tangga, kepolisian, sampai kisah cinta angel-human.

Buat saya nonton k-drama bertema kedokteran ini semacam penyegaran. Jadi ada tema baru yang seru buat diikuti. Ada hikmah yang saya dapat dari menonton drama Good Doctor ini. 
  1. Isu tentang penyandang disabilitas (difabel). Bagi penyandang difabel, mendapatkan hak yang setara dengan orang normal itu sulit. Kalau di Jepang, sudah banyak kesetaraan yang diberikan. Semisal: ada kartu difabel agar penderita difabel tetap bisa mendapatkan pelayanan publik dengan harga yang lebih murah, ada juga kantor yang menerima karyawan difabel dengan kuota yang sudah ditentukan. Film dengan ide unik dan riset yang detail ini mampu mengajak penonton untuk melihat dari sisi lain. Bagaimana memperlakukan mereka layaknya orang normal dan memberi posisi strategis yang layak. Meskipun dalam kehidupan nyata saya masih mempertanyakan, akankah ada rumah sakit yang benar-benar memberikan kesempatan seperti di film ini?
  2. Isu tentang intrik di dalam rumah sakit. Di mana saling sikut satu sama lain demi melanggengkan posisi di rumah sakit. Well, sepertinya hampir semua rumah sakit di negara berkembang mengalami hal ini. Iya kan ya?
  3. Setting di perkampungan Korea terasa lebih jelas, dan menghapus setting drama korea yang selama ini lebih terlihat glamor. Coba lihat di episode 1, ada adegan di mana Doctor Park yang sedang berjalan keluar rumah, di situ diperlihatkan rumah yang ia pakai seperti apa, dan tempat tinggal sekitarnya bagaimana bentuknya. Hampir mirip dengan Indonesia, dengan rumah kaum pendatang yang bejubel di setiap gang di ibukota.
  4. Isu tentang bunuh diri di Korea. Di episode 9, ada seorang anak bernama Gyu Won. Ia seorang penyanyi yang sakit di bagian leher dan tenggorokan. Karena sakit itu, Gyu Won hampir kehilangan suara jika tidak operasi. Tapi si anak yang sedang putus asa, memilih ingin bunuh diri menjatuhkan diri dari atap gedung. Padahal, ia seorang anak berbakat yang disukai penggemar. Dr. Park membujuknya dengan mengatakan, “Jika kau mati, orang-orang yang menyukaimu akan sangat sedih. Karena, walau mereka ingin melihatmu, mereka tak akan bisa. Walau semua orang membenciku, aku tetap hidup. Kau tak boleh mati.”
    Percobaan bunuh diri Gyu Won
  5. Isu tentang kekerasan pada anak. Di episode 7, ada seorang anak bernama Lee Eun Ok yang mengalami hal buruk. Ia diperlakukan tidak adil oleh bibinya yang mendidiknya layaknya anjing. Si anak dimasukkan ke dalam kandang anjing, bergaul dengan anjing, dan makan dengan anjing. Cara bergaul ini yang membuat si anak jadi berbeda. Dia terlihat mirip anjing dengan segala tindakannya. Misal: makan seperti cara anjing, makan makanan anjing, dan menggonggong seperti anjing. Saya shock lihat adegan ini, kok ada ya orang yang setega itu mendidik anak jadi mirip anjing. Err, sebenarnya adegan makan ini menjijikan, tapi scene ini hanya sebentar. Si anak kembali jadi lebih normal setelah diberi terapi oleh Dr. Park.
    Lee Eun Ok yang ditemani Dr. Park menemui Gyu Won
  6. Isu tentang dokter yang tidak layak jadi dokter. Jadi gini ceritanya: ada seorang dokter yang nilai akademisnya rendah, tapi mendadak menjadi melonjak tinggi. Hingga akhirnya ia bisa masuk ke rumah sakit itu dan mendaftar jadi dokter residen. Kalau di Indonesia sudah lazim melihat praktek KKN, di sini pun diperlihatkan hal itu. Si dokter muda itu punya kenalan, yang karena si dokter mengalami hal yang sama, ia mau untuk membantu menaikkan nilainya. Padahal, di rumah sakit, pintar saja tidak cukup, apalagi tidak pintar? Apalagi di sini nyawa jadi taruhan, jika ada kesalahan diagnosa ataupun tindakan medis. See? Ya, begitulah dunia dokter yang sebenarnya.
  7. Porsi kemunculan ibu dan ayah Park jarang, jadi bisa dibilang ini hanya scene tambahan untuk membuat kisah jadi lebih dramatis. Ya, mungkin karena kisah dokter terlalu datar kalau hanya menceritakan tentang rumah sakit lagi, rumah sakit lagi.
  8. Porsi romantisnya apalagi. Dikit banget. :p Jadi bisa dibilang ini drama yang nggak romantis *untuk ukuran drama korea* :)) Iya, tapi tetep seru kok. Apalagi penonton bisa belajar banyak dari hikmah kemanusiaan yang disajikan sutradara.  
Kalau dibandingkan dengan k-drama lain yang bertema sejenis yaitu Doktor Stranger, saya lebih greget yang ini deh. Nilai dari saya, 8 dari 10 bintang untuk drama ini. :D


18 komentar:

  1. Menjadi dokter bekal pintar saja tidak cukup, apalagi tidak pintar. Bener sekali, Mbak.
    Wah, nilainya 8 ya. Jadi kepengin lihat langsung neh. Makasih banyak ya, Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, pak. Jadi dokter berat ya, hehe.
      Pintar saja ga cukup karena banyak pertimbangan lain selain jam terbang latihan. Dokter juga tidak boleh memberi harapan berlebihan pada pasien, takutnya setelah dioperasi/tindakan medis ternyata berkebalikan dari yang dikatakan, bakal diminta pertanggungjawaban.
      Film yang bagus buat ditonton bareng keluarga, pak. :)

      Hapus
  2. Aku nonton film ini sepotong-sepotong mbak... adegan operasinya vulgar banget yaa... bikin bergidik, hiiii

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe, iya, cha. aku skip juga bagian yang bikin ngeri itu. biar bisa lanjutin nontonnya

      Hapus
  3. keren nih kayaknya! sayangnya sekarang aku udah ga pernah nonton k-drama lagi. higs.. kalo dulu sih pas kuliah nonton di temen yang hobinya koleksi k-drama. dan tema yang aku suka juga yang begini2, yang ada 'isi'nya, jadi ga sekedar cinta2an aja. 2 k-drama favoritku sampai sekarang 'take care of us, captain' & 'i hear your voice' mba. udah nonton belum? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, bagus, mba Syifa. Ayo nonton. :D I Hear your voice, aku udah nonton dikit, dua episode,mba. Temanya bagus ya. Suspensenya dapet. Tapi belum nonton sampe kelar, hehe. Ntar moga aja bisa kelarin puluhan episodenya. :D

      Hapus
  4. Pak dokter gantengnya kok nunduk terus ya? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dia punya penyakit autis, mak. Yang belum sembuh total. Jadi kadang gerakan kepalanya kayak gitu.

      Hapus
  5. Drama korea itu episodenya bikin males duluan sih hehehe, kalau ada yg 11 episode kayak jepang, nonton ah

    BalasHapus
  6. Nonton ini tiba2 ane ingin kuliah di kedokteran lagi, tapi apa mau dikata faktor usia jadi penghalangnya.. hahaha :D

    BalasHapus
  7. Drakor yang bertema kedokteran aku baru nonton Doctor Stranger.
    Penasaran sama drakor yang ini:D

    BalasHapus
  8. Baru nonton sampe episode 2 udah seru, tegang banget :D Eh keinget Mbak Ila pernah review drama ini. Jadi makin penasaran kelanjutannya :v

    BalasHapus
  9. Adegan romantisnya dikit ya? Wah aku kurang tertarik kalo gitu, tapi nanti pengen coba nonton ahh kalo ada waktu dan kesempatan :)

    BalasHapus
  10. Nonton drakor yang bertema kedokteran itu banyak ilmunya...

    BalasHapus
  11. aku belum pernah nonton, mau download ga no sinyal beli vcdne aja sesuk ta golek jajal

    BalasHapus
  12. Ga cuma sekedar nonton tanpa hikmah. Good doctor bener2 kasih kita pelajaran bagaimana menjadi orang yang tulus. Ketika episode dr. Park bilang "hatimu cantik" ke dr.cha , lanjutnya 'hati yang cantik, ibarat serbuk sari bagi bunga2 yang lain".

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)