Libur anak-anak sekolah minggu ini masih berlangsung. Menyisakan
banyak pertanyaan di kepala saya. Apa semester kemarin sudah berjalan dengan
baik? Apa ada anak yang masih belum paham materi yang diajarkan? Terakhir kali
les berlangsung, ada anak kelas 3 SD yang masih sibuk minta dibantuin
menyelesaikan urusan remidial sekolahnya. Saya yang kecapekan habis ngurus ini
itu karena sedang renovasi rumah harus membantu dia juga untuk menyelesaikan
materi yang diberikan sebelum adzan isya berkumandang. Praktis, ini bikin saya
sedih. Sedih karena ternyata masih ada juga anak yang belajarnya kurang
dibanding teman lainnya.
Sebenarnya ini juga yang bikin saya merasa agak tertekan
ketika mengajar anak yang lainnya. Saya ngajar anak kelas 1 SMP. Ada 3 anak,
waktu itu. Saya sempet nanya, gimana nanti kalo abis SMP mau lanjut ke mana? Perbincangan seperti ini saya rasa perlu
karena anak-anak kadang nggak punya gambaran seperti apa masa depan mereka
nanti. Apalagi bagi anak yang masih ada di keluarga dengan standar pendidikan
yang masih minimal. Di sini anak sekolah rata-rata hanya berhenti di SMK maupun
SMA, setelah itu lanjut kerja. Jarang ada yang mau kuliah karena dirasa biaya
pendidikan mahal. Ada pula yang lanjut kuliah tapi bayangan kuliah model
seperti apa belum terpikirkan.
Salah satu anak yang saya tanya itu menjawab, “Pengin lanjut
SMK, mba. Di elektro biar bisa langsung
kerja.” Yups, itu jawaban yang menurut saya sudah mengacu pada pilihan jurusan
yang lebih detail. Dibandingkan kalau ditanya sekolah mana masih belum
kepikiran. Soal anak SMK, sebenarnya SMK
maupun SMA punya nilai plus masing-masing. Anak SMK dididik untuk langsung siap
kerja dengan bekal skill yang sudah dimatangkan sejak bangku sekolah. Jadi jika
mereka diterjunkan ke dalam lapangan sudah siap untuk menyelesaikan pekerjaan
teknis. Berbeda dengan anak SMA yang lebih banyak belajar teori sehingga lebih
siap untuk lanjut kuliah.
Trus, saya jadi inget cerita tetangga yang anaknya SMK, dia
bilang bahwa beruntung anaknya saat lulus masuk ke dalam 10 besar dari jurusan yang
dia pilih. Jadi pihak sekolah mau membantu untuk menyalurkan setelah lulus.
Katanya, nggak semua anak disalurkan karena jumlahnya yang banyak. Dari pihak
perusahaan pastinya hanya mau menerima yang nilainya dirasa sesuai untuk masuk
ke perusahaan tersebut. Itu sebabnya meski alumni SMK digadang-gadang sebagai siap
kerja, baiknya sih memang memiliki skill yang mumpuni dan nilai yang bagus.
Soal nilai 10 besar ini saya jadi ingat cerita di novel
Sabtu Bersama Bapak. Waktu diceritain kalau semua cita-cita bisa diwujudkan,
asal punya tiketnya. Apa itu? Belajar. Lulus dengan nilai bagus.
Permasalahannya jika anak-anak SMK hanya ditekankan untuk siap kerja saja tanpa
mempedulikan nilai, bagaimana mereka bisa masuk ke perusahaan yang diinginkan
jika tiketnya saja tidak punya? Itu sebabnya sebenarnya anak SMK pun baiknya
perlu untuk kompeten di bidangnya. Semakin sering berlatih dengan skill yang
sudah diajarkan di sekolah, maka mungkin saja jika anak SMK akan bisa lebih
gesit menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di lapangan saat bekerja
nanti. Jadi, apa kamu punya cerita lain tentang
sekolah SMK? Share dong di komentar. :)
tapi saya adalah bagian dari arus mainstream yang lanjut ke SMA haha jadi bingung komennya
BalasHapustapi staff2 saya semasa masih kerja anak SMK semua kebanyakan
dan mereka memang keren kalo soal teknis
Menurutku sih anak SMK itu lebih cekatan pas kerja
BalasHapusGimana enggak wong selama sekolah banyak praktek nyaa
SMA mah dikelas mulu. Paling juga ke lab biologi ngintip mikroskop atau ngitung tekanan uap. Yang sayangnya nggak ada guna nya di kantor atau di sebagian besar tempat kerja wkwkwk
Jadinya anak SMA wajib kuliah deh~
*aku anak SMA hihihi*