Tadi
pagi saya main ke balaikota lama untuk hunting kuliner dan jalan-jalan. Sambil belanja
juga sih, pengin lihat apa ada barang yang sesuai selera saya. Berangkat udah
agak siang, jam 8 an, padahal biasanya jam 7 udah ke sana. Sampai balaikota
lama dekat kantor Polisi Tegal, saya terkaget karena hampir semua tanah berumput yang biasanya
dipakai untuk jualan kini jadi seperti kolam ternak ikan.
Si
adek yang saya ajak pun bilang, “Wah, jadi kayak kolam tambak. Trus gimana ya
kalau tasnya pada jatuh.”, ucapnya sambil nunjuk barang dagangan berupa tas yang
tetap dipajang di etalase gantungan besi meski bagian bawahnya banjir setinggi 10-15 cm an. Si penjual tetep ikut becek-becekan di situ. Duh, saya yang lihatnya
kok sedih ya. Semalam memang di kota Tegal hujan deras banget sampai beberapa
titik jalan raya banjir setinggi 50 cm an. Bisa kebayang kan kalau orang yang
rumahnya deket sungai, bisa ikut kebanjiran deh. :(
Di jalan
raya dekat balaikota lama, penjual meluber di tepian jalan, sampai macet parah,
mau nyebrang aja nggak bisa. Kebanyakan milih di jalan aja karena tempatnya
udah banjir dan nggak mungkin naruh barang dagangan di etalase seperti si bapak
pedagang tadi, karena rata-rata orang jualan biasanya pakai tikar, nggak pakai
gantungan besi.
Banjir
di Tegal sering terjadi jika hujan turun deras sepanjang hari dengan intensitas
tinggi. Kadang malah beberapa jam aja sudah bisa banjir parah, tapi karena
sistem drainasenya kurang bagus, jadi ya begitulah. Ada beberapa
titik yang rawan banjir, saya sendiri juga pernah kena banjir di daerah dekat
pasifik mall, pas nyampe ke suatu jalan raya lain lha kok nggak kebanjiran sama
sekali. Aneh deh. Huhu
Pikiran
saya melayang pada analogi ketika seseorang punya masalah. Misalnya tas kanvas pria milikmu ternyata rusak di bagian saku depan. Tapi karena
mikirnya toh belum rusak parah, nggak perlu dibenerin dulu. Masih bisa dipakai
kok. Lha, setelah dipakai terus menerus padahal udah sedikit rusak, akhirnya
yang rusaknya dikit itu jadi makin parah. Ya, analoginya suatu masalah kecil
nggak akan jadi masalah besar kalau segera diselesaikan dengan baik.
Kecepatan
seseorang merespon masalah seringkali berbanding terbalik dengan kondisinya.
Kalau belum rusak banget mungkin belum bakalan mau dibenerin deh. Kan aneh ya.
Padahal andai bisa dituntaskan segera, pasti masalah itu tidak akan datang
lagi. Setidaknya meminimalisir masalah itu menghambat kerja lainnya. Kalau
nggak segera diselesaikan ya masalah itu akan muncul lagi dengan intensitas yang
lebih sering dan akhirnya membuat lebih rumit.
Saya
jadi ingat nasihat seorang teman yang bilang,
“Ila,
kalau kamu ada masalah, apa kamu akan mengurangi nilai dirimu?”
“Maksudnya?”
“Ya,
kalau kamu ada masalah apa kamu akan segera menghadapinya dengan berani, atau
kamu lebih memilih menghindar agar masalah selesai dengan sendirinya?”
Saya
bilang saya lebih memilih yang kedua. Ya, itu jawaban saya 7 tahun lalu. Saya
pikir masalah akan segera selesai jika didiamkan saja. Tapi saya salah besar.
Masalah akan makin meruncing jika tidak segera dicarikan solusinya. Hanya orang
itu yang paham masalahnya yang bisa menyelesaikan sendiri. Cari solusinya.
Hadapi masalahnya.
Teman
saya lalu mengatakan sesuatu yang membuat saya tertegun lama di telepon.
“Kalau
saya punya masalah, saya nggak akan lari. Saya akan menyelesaikannya, meski
risikonya saya akan menjadi orang yang berbeda di mata orang lain. Tapi lebih
baik menjadi seseorang dengan nilai diri 10 B, daripada harus menurunkan nilai
diri saya dari 10 dikurangi 5 hingga hanya jadi bernilai 5. Saya nggak mau cara
saya menyelesaikan masalah justru membuat saya menjadi orang yang nilainya
rendah. Saya lebih suka menjadi versi saya yang lainnya di hadapan orang itu,
asal masalah cepat selesai dengan cara baik.”
Hari
itu saya tertegun, tapi rasanya nasihat itu masih sering terngiang ketika saya
punya masalah. Pendapatnya soal menyelesaikan masalah dengan cepat dan mengakui
kesalahan kalau memang ada, itu jauh lebih baik daripada masalah tidak segera
selesai. Seperti yang tadi saya bilang, analogi teman saya ini bisa dilakukan
di banyak hal. Dalam praktiknya ini berat, mengakui bahwa ada yang salah dan harus dibenahi, ya... mulai dari diri sendiri. :')
Dalam
kasus banjir di kota, tak perlu menyalahkan pemerintah. Masyarakat harus secara
sadar mulai membersihkan selokan sebelum musim penghujan datang, dan tidak
membuang sampah sembarangan. Atau cara paling aman ya dengan mengantisipasi
kondisinya. Misal semalam sebelumnya hujan deras ya tidak perlu memaksakan diri
untuk berjualan jika tempatnya tidak layak. Lebih baik cari tempat lain, atau
solusi lain yang tidak membuat kondisinya lebih mengenaskan. Well ya, ada
banyak cara untuk menyelesaikan suatu masalah asal mau mikir solusinya. Yang
terpenting hadapi, hadapi dan hadapi. Karena Tuhan kalau lagi nguji seseorang
biasanya akan berulang kali sampai orang tersebut dinyatakan lulus ujian. Begitulah.
#noted
to my self
Begitulah manusia, sedikit-sedikit langsung nyalahin pemerintah. Padahal itu sebab dari perilakunya sendiri.
BalasHapusKalau saya lihat kondisi masalahnya, memang ada yang kudu harus wajib diberesin saat itu juga... ada yang harus dihindari dulu. Tapi kalaupun harus dihindari dulu, bukan berarti membiarkan masalah selesai dengan sendirinya sih..
BalasHapusDepok juga mulai sering banget hujaaaann :'(
BalasHapusTapi alhamdulillah belum sampai banjir sih mbak. Baru becek becek aja. Pun ada genangan palingan gak lama nanti surut lagi
#PrayForIndonesia
#PrayForBanjir
kendal sampe longsor n banjir bandang di sukorejo
BalasHapus