Pages

Kamis, 16 Februari 2017

Jakarta, Dicintai sekaligus Dibenci

Jakarta, Dicintai sekaligus Dibenci

Riuhnya social media dalam 3 bulan terakhir membuat mata saya pedih karena harus membaca banyak debat antar pemilih paslon Gubernur DKI Jakarta. Bisa dibilang pemilihan di DKI jauh lebih ramai dan diminati dibanding pilkada lainnya. Wew, udah kayak mau pemilihan presiden aja. Wahaha. Iya sih, emang Jakarta itu ibukota Indonesia, ibaratnya ya jantungnya negara ini. Apa yang terjadi di Jakarta akan mempengaruhi Indonesia secara tak langsung. Dan apa yang terjadi di sana bisa saja diikuti oleh kota lainnya, baik dalam hal kebaikan maupun keburukan.


Awal Januari lalu, waktu ke Jakarta saya ngerasain beberapa perubahan yang terlihat di kota ini. Seperti mudahnya akses jalan tol dari Tegal ke Jakarta yang hanya membutuhkan waktu 4 jam saja. Itu sudah termasuk cepat sih, dibanding dulu yang bisa mencapai 7 jam. Ada juga pembersihan sungai dan taman-taman kota. Trus di Masjid Istiqlal, penjual makanan emperan, penjual sovenir, dll nggak boleh terlalu lama di sana. Ada batas waktu sampai jam 7 untuk membersihkan semuanya. Nanti masjidnya ditutup dan dibuka lagi siang.

Tapi ada hal yang bikin sedih juga. Waktu ke TMII, bus kami parkir di dekat hotel desa wisata. Sekitar situ ada foodcourt yang sebelahan dengan panggung dangdut. Duh, saya kok sedih ya. :( Di sana mudah sekali orang membeli minuman keras padahal tempat wisata. Saya tahu sih kalau tempat wisata rawan seperti itu. Tapi ibu saya ngomong sama saya buat cepet-cepet kelarin makanan nasi goreng (bukan salah satu jenis makanan untuk diet rendah lemak) yang saya makan, dan pindah tempat waktu lihat ada yang minum. *you know what i mean-lah apa yang dia minum pake gelas kecil*. Abis itu langsung saya pergi deh dari sana dan memilih mengitari anjungan Sulawesi. Ya, itu salah satu wajah Jakarta yang nggak saya sukai. Speechless liatnya.

Di Masjid Istiqlal, ada juga kejadian yang bikin keki. Saat kami baru sampai masjid dan akan mandi sebelum sholat subuh, ada beberapa anak yang menyerobot antrian dan berkata kasar. Saya membatin, kalau tiap hari ketemu dengan jenis orang seperti ini, mungkin saya bakalan mudah darah tinggi dan stress. Heuheu. Akhirnya lebih milih ngalah deh, tapi setelah satu anak itu keluar, buru-buru masuk ke kamar mandi. Nggak kebayang aja di masjid, yang notabene rumah ibadah kok mudah sekali orang egois dengan menyerobot antrian dan bersikap kasar. Bahkan omongannya nggak mengenakkan. Padahal itu anak-anak SMP atau SMA. Saya nggak lihat dari kota mana. Tapi sedih lihatnya. Berasa lihat ceminan Awkarin di kota yang keras ini.

Bagi orang lain mungkin berbicara kasar itu hal biasa di sana karena Jakarta memang keras, tapi sungguh bagaimana bisa bertumbuh dengan baik jika cermin generasinya semacam itu. Benar bahwa Indonesia memang sudah darurat soal hal-hal semacam ini, tapi tetap saja saya masih shock. Hiks. 

Semoga saja saat saya datang lagi ke Jakarta, kota itu sudah memiliki pemimpin yang baik budinya sehingga mampu membawa Jakarta jadi lebih baik, bukan hanya dalam tatanan kotanya saja, tapi juga dari akhlaqnya. Saya memang bukan pemilih Pilkada Jakarta, tapi melihat hingar bingar di Jakarta serasa melihat cerminan kecil wajah Indonesia. Ah, semoga semuanya baik-baik saja. Biar Allah yang menjaga. :)


9 komentar:

  1. katanya hidup di jakarta itu seperti hidup di hutan belantara ya mbak... keras.

    BalasHapus
  2. Ya, saya juga bukan tipe orang yang betah di Jakarta. Dulu pernah magang di sana, cuma tahan enam bulan. Cape, ga tahan sama macetnya. Terus dulu pernah juga mau interview kerja, terpaksa nginep di daerah Tanah Abang. Aduh ngeri banget deh, apalagi kalo malem. Tahun lalu, saya ada tawaran kerja part time jadi translator di Jakarta. Eh, sama perusahaannya dikasih hotel di daerah Tanah Abang, tepatnya di daerah Bongkaran. Udah denger banyak gosip soal daerah ini, hati udah was-was. Pas udah sampe sana...lho? Kok tidak seperti yg dibayangkan? Ternyata jalannya udah ditertibkan, udah ga ada lagi orang yg sembarangan jualan di tengah jalan, atau PSK yg nangkring di pinggir jalan pada malam hari. Tanah Abang yang saya lihat berbeda dengan yang pernah saya lihat di tahun 2012.

    Saya memang bukan orang yg betah tinggal di Jakarta, tapi ya liat Jakarta yg sekarang, rapi, bersih, tertib, rasanya turut bangga. Jakarta yg sekarang ga kalah sama kota-kota besar kayak Guangzhou dalam aspek yang satu ini.

    BalasHapus
  3. Bagi saya, Jakarta itu kota yang romantis:)
    Yup, semoga nex leader bisa yg terbaik ya.. Walaupun saya juga bukan warga Jakarta. Hehe

    BalasHapus
  4. Beberapa bulan lalu sempat dapat tawaran buat pindah ke kantor di Jkt, tapi aku tolak, Kak Kiky. Gila aja. Gak akan sanggup aku. Dari yang tinggal di kota kecil yang adem ayem tentram kek gini (yahh meski kadang bosen juga karena tempat nongkrong bisa dihitung jari) untuk kemudian berjibaku dengan kisruhnya Jkt. Tak sangguuuup pasti. huhuu

    BalasHapus
  5. Sedih, ya. Hiks. Jadinya dua putaran ya, Mbak. Semoga pemimpin yg trpilih bs mengajak rakyatnya utk hdup lbih baik, sopan.

    BalasHapus
  6. tapi aku kangen jakarta deh mbak hahah
    *kemudian baper kambuhan*

    BalasHapus
  7. aku kayaknya ga kuat tinggal di Jakarta hehehe..

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)