Memasak bukan hanya seni mengolah bahan makanan menjadi makanan yang lezat, namun di balik semua itu ada nilai-nilai seni yang dikandung di dalamnya. Saat saya menonton dorama Jepang berjudul Tenno no ryoriban, ada pelajaran berharga bahwa seni memasak sangat luas dan mendalam. Tidak bisa hanya dipelajari oleh seorang selama 1-2 tahun, tapi waktunya lebih lama lagi agar sang koki bisa menjadi koki yang menghasilkan makanan yang lezat dan bernilai seni tinggi.
Jadi bukan hal aneh jika kita membeli makanan di restoran dengan harga yang mahal, maka kita menginginkan makanan tersebut bercita rasa lezat dan berpenampilan menawan. Penyajiannya tak main-main karena perlu belajar bertahun-tahun di sekolah memasak khusus untuk mendalami ilmunya. Jadi yang dijual dalam sebuah masakan adalah taste yang dihasilkan oleh kokinya. Istilahnya signature dish, membuat kamu ingin mencicipi lezatnya menu makanan yang tiada duanya. Pengalaman sang koki selama bertahun-tahun berjibaku itulah yang membuat kemampuan memasaknya masuk ke tahap ekspert.
Takeru Sato dalam Tenno no Ryoriban |
Saat saya menonton Tokuzo, si toko utama dalam dorama Tenno no Ryoriban, ia diberi tahu oleh guru memasaknya, bahwa memasak bukan hanya untuk menghasilkan masakan. Ada ketulusan sang koki dalam cita rasa makanan yang tercipta. Jadi, tahapan sekecil apa pun dalam memasak perlu diperhatikan sekali. Tidak boleh ada cacat sedikit pun saat menyajikan ke tamu restoran. Bahkan koki yang akan belajar memasak harus memulainya dengan cara yang paling awal yaitu belajar cara mencuci piring yang baik.
Setelah bisa mencuci piring dengan bersih, koki muda itu baru diberi tugas untuk memotong bahan makanan, memilih bahan baku yang bagus, bereksperimen dengan resep yang sudah ada untuk menghasilkan resep baru yang unik, belajar bagaimana caranya agar bumbu masakan bisa meresap sempurna ke dalam masakan. Itu semua ada ilmunya.
Teknik memasaklah yang membedakan setiap hasil akhir masakan dengan buatan orang lain. Ada yang bahan baku dan cara memasak sama tapi kok beda rasanya? Itu bisa saja terjadi karena si koki terlalu lama memasak, atau api yang digunakan terlalu besar, cara menyayat daging pun bisa membedakan hasil olahannya, ada juga yang mengatakan bahwa langkah-langkah memberi bahan makanan juga membedakan hasil akhir masakan. Ya, semacam itulah.
Saya juga pernah menonton salah satu FTV yang ceritanya tentang dua pedagang yang saling berebut pelanggan. Padahal ikan bandeng yang dijual sama, tapi rasanya berbeda sekali. Ternyata karena tungku pemanggangan yang digunakan menggunakan 2 tingkat batu bata, sedangkan temannya yang hasil masakannya enak menggunakan 3 tingkat batu bata. Batu batanya ditumpuk 3 tingkat jadi tungku untuk memanggang ikannya. Itu yang membuat ikan bandeng matang merata dan bumbunya meresap ke dalam. Well ya, cara seperti ini hanya bisa didapat melalui eksperimen berkali-kali hingga akhirnya mendapatkan hasil akhir yang pas. Jadi, apa kamu pernah juga mencoba mencari tahu bagaimana resep masakan tertentu rasanya berbeda dengan yang lain? Share dong di komentar. ;)
Rasanya mungkin beda mba, dimasak pake hati yang tulus sama hati yg lagi menggerutu heheheh
BalasHapus