Mengenalkan
Fitrah Seksualitas Pada Anak
Setiap
anak dikaruniai fitrah seksualitas sesuai usianya. Bagi orang tua yang
menganggap bahwa mendidik anak dimulai sejak sekolah, hal itu salah besar.
Karena mendidik anak dimulai sejak mereka lahir hingga baligh. Setelah baligh,
anak sudah bisa dilepas karena seharusnya di usia itu anak sudah bisa mengurus
dirinya sendiri.
ajarkan anak untuk mandiri |
Dalam Islam memang tidak ada fase remaja, Islam lebih dulu
mengenalkan kita pada fase baligh. Jika sudah baligh, berarti sudah dianggap
mampu untuk mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang tuanya. Dan seharusnya
sudah bisa juga untuk mencari maisyah/ nafkah. Jadi jangan heran jika dalam
Islam, pemuda-pemuda dulu pada zaman Rasulullah adalah pemuda tangguh yang siap
berkontribusi terhadap ummat.
Baligh
dalam hal ini berarti sudah matang secara seksual sehingga mampu menghasilkan
keturunan. Kalau anak perempuan ya berarti sudah mendapatkan haid pertama atau
datang bulan. Biasanya usia sekolah dasar kelas 5 atau 6 SD, usia 11-13 tahun,
tergantung seberapa cepat hormonalnya bekerja. Jadi ajarkan mereka untuk
menjaga diri sendiri, mengetahui yang boleh dan tidak boleh dilakukan jika
sudah masuk usia baligh.
Jika anak laki-laki berarti sudah mendapatkan mimpi basah. Ajarkan bagaimana anak harus bersikap terhadap lawan jenis. Karena di fase baligh inilah anak-anak mulai mengalami masa pubertas. Mulai mengalami jatuh cinta dengan lawan jenis. Jika terdapat kesalahan dalam mengenalkan fitrah seksualitas anak, ada kekhawatiran bahwa anak akan berbeda pemikiran dalam menanggapi fase ini. Misalnya harusnya anak perempuan malah sukanya dengan anak perempuan. Kan gawat. Bahaya jika tidak dikenalkan bahwa fitrah jatuh cinta itu dengan lawan jenis, bukan sesama jenis. Jatuh cinta itu dengan yang halal, bukan yang belum sah menjadi pasangan. Dan jatuh cinta itu wadahnya ya dalam pernikahan, bukan pacaran.
Jika anak laki-laki berarti sudah mendapatkan mimpi basah. Ajarkan bagaimana anak harus bersikap terhadap lawan jenis. Karena di fase baligh inilah anak-anak mulai mengalami masa pubertas. Mulai mengalami jatuh cinta dengan lawan jenis. Jika terdapat kesalahan dalam mengenalkan fitrah seksualitas anak, ada kekhawatiran bahwa anak akan berbeda pemikiran dalam menanggapi fase ini. Misalnya harusnya anak perempuan malah sukanya dengan anak perempuan. Kan gawat. Bahaya jika tidak dikenalkan bahwa fitrah jatuh cinta itu dengan lawan jenis, bukan sesama jenis. Jatuh cinta itu dengan yang halal, bukan yang belum sah menjadi pasangan. Dan jatuh cinta itu wadahnya ya dalam pernikahan, bukan pacaran.
Di
fase mengenalkan fitrah seksualitas anak ini pula, orang tua berperan dalam
memisahkan gender dan mengenalkan mereka dengan nilai islam. Misal : aturan
untuk memisahkan tempat tidur sesuai jenis kelamin. Biar apa? Biar nggak campur
baur antara anak laki-laki dan perempuan.Di fase ini pula perlu mengenalkan apa
itu mahram, siapa saja orang yang boleh melihat aurat, siapa yang tidak.
Masalahnya
kini, bagaimana mengajarkan fitrah seksualitas anak jika anak tidak dekat
dengan orang tuanya? Itulah yang harus diupayakan oleh orang tua. Mendekatkan anak pada orang tua
agar apa yang terjadi pada mereka, orang tua yang lebih dahulu tahu dibanding
orang lain.
Kapan
hari saya baca poster berisi tulisan “Teknis membangunkan Fitrah Seksualitas
Anak”. Hal ini dimulai dengan tahapan :
- 0-2 tahun : mendekatkan anak dengan ibunya
- 3-6 tahun : mendekatkan anak dengan orang tuanya
- 7-10 tahun : mendekatkan anak sesuai gender
Jika anak perempuan, dekatkan ia dengan ibunya
- 11-14 tahun : usia pre aqil baligh, lintas gender
Jika anak perempuan, dekatkan ia dengan ayahnya
- >15 tahun : usia aqil baligh, sudah tuntas
Anakmu
memang bukan anakmu. Ia anak zamannya. Kemampuan untuk bertahan hidup dimulai
dari apa apa yang diajarkan oleh orang tua setiap hari. Jadi fase mengajarkan
itu dari 0-15 tahun. Hanya 15 tahun saja lho. Nggak lama. Jadi harusnya orang
tua berjibaku untuk mempersiapkan generasi penerusnya yang lebih baik. Kenapa
begitu? Karena anak menjadi lebih baik setiap hari, tergantung bagaimana orang
tuanya membekalinya dengan ilmu dan aturan yang sesuai. Jika anak memiliki kecenderungan
menjadi perilakunya buruk, bisa jadi karena ia memang tidak mendapatkan contoh
yang baik dari orang tuanya.
Pernah
lihat ada anak yang menyerbot antrian di keramaian? Bisa jadi karena orang
tuanya tidak pernah mengajarkan pentingnya antri, pentingnya sabar dan menahan
diri. Bahwa menunggu meskipun sedikit lama tak mengapa karena toh akan tiba
giliranmu juga.
Pernah
melihat anak yang suka malakin temannya di sekolah? Dulu saya heran karena ada
teman yang demikian di sekolah. Ternyata ditelusuri bahwa anak tersebut kurang
didikan dan kasih sayang dari orang tuanya. Cara dia mencari perhatian orang
tuanya adalah dengan menjadi anak bandel atau bermasalah di sekolah atau
lingkungannya. Buat apa? Biar orang tuanya mulai aware kalau mereka masih punya
anak yang harus diurus. Bukan hanya urusan bisnis atau pekerjaan saja yang
diurus.
Pernah
melihat anak yang pacaran dan jadi playboy/playgirl? Bisa jadi karena ia tidak dekat
dengan orang tuanya. Misal anak perempuan berarti sesuai fitrah seksualitas
anak, ia harus didekatkan dengan ayahnya. Jika ia dekat dengan ayahnya,
berbincang banyak hal tentang yang terjadi sehari-hari, mustahil dia akan
pacaran. Karena baginya, kasih sayang ayahnya sudah cukup untuk memenuhi ruang
kosong di hatinya.
Begitu
pun jika anak laki-laki jatuh cinta dan jadi playboy atau tukang selingkuh.
Bisa jadi ia belajar dari orang tuanya tentang hal ini. Gimana cara
mengatasinya? Dekatkan anak laki-laki dengan ibunya. Kalau ia sayang dengan
ibunya, ia akan memperlakukan perempuan sebagaimana ia memperlakukan ibunya
dengan baik. Ia akan menghormati perempuan, tidak akan mengajak pacaran karena
tahu bahwa pacaran itu dilarang dalam agamanya.
Aturan
larangan pacaran ini juga wajib diucapkan secara verbal oleh orang tua sebagai
aturan rumah, sebutkan mengapa tidak boleh dalam Islam beserta alasan logisnya.
Karena anak yang sudah baligh sudah bisa berpikir dan diajak berdiskusi, jadi
seharusnya pertukaran pemikiran itu dimulai dari dialog-dialog di dalam rumah. Bukan
lagi ketika ada masalah baru orang tua kalang kabut mencari solusi. Solusinya
dimulai dari bagaimana orang tua memulai tahapan mengenalkan fitrah seksualitas
anak sejak kecil. Sejak mereka lahir. :)
Kita
bisa belajar dari kisah hidup Rasulullah. Beliau hidup yatim piatu sejak lahir,
diasuh oleh ibu yang menyusuinya hingga 2 tahun. Selepas itu diasuh oleh kakek
dan pamannya. Sejak baligh sudah diajak untuk berdagang dan menggembala hewan
ternak. Jadi meski Rasulullah sudah tidak memiliki ayah dan ibu, beliau tetap
mendapatkan kasih sayang yang cukup dari walinya dan orang yang mengurusnya
sejak lahir.
Selepas
baligh, anak bisa diajarkan bagaimana menjalankan kepemimpinan, karena
Rasulullah pun mulai menggembala hewan
saat baligh. Kemampuan kepemimpinan ini akan berguna saat dewasa, baik dalam
hal komunikasi, melatih kesabaran, kejujuran, etika, dll.
Anak
yang sudah baligh juga bisa mulai mencari nafkah, maka ajarkan mereka untuk
mulai berdikari lewat hobi yang ditekuni. Ajarkan skill untuk bertahan hidup,
bukan hanya mengajarkan mereka tentang pelajaran formal. Jadi jika orang tua
meninggal, anaknya masih tetap bisa hidup karena mereka sudah dibiasakan untuk
tidak bergantung pada orang lain. Agak sulit ya? Memang. Itu sebabnya mendidik
tak pernah mudah, butuh ketekunan dan keikhlasan, baik dari orang tua maupun
guru yang membimbingnya di sekolah. :)
Dan jangan lupa untuk mendoakan anak-anakmu agar menjadi generasi pilihan yang terbaik di zamannya kelak. Kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan mendoakannya sepenuh hati? :)
Semoga bermanfaat ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)