Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Selasa, 15 Mei 2018

Mengenalkan Fitrah Seksualitas Pada Anak


Mengenalkan Fitrah Seksualitas Pada Anak

Setiap anak dikaruniai fitrah seksualitas sesuai usianya. Bagi orang tua yang menganggap bahwa mendidik anak dimulai sejak sekolah, hal itu salah besar. Karena mendidik anak dimulai sejak mereka lahir hingga baligh. Setelah baligh, anak sudah bisa dilepas karena seharusnya di usia itu anak sudah bisa mengurus dirinya sendiri. 

ajarkan anak untuk mandiri

Dalam Islam memang tidak ada fase remaja, Islam lebih dulu mengenalkan kita pada fase baligh. Jika sudah baligh, berarti sudah dianggap mampu untuk mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang tuanya. Dan seharusnya sudah bisa juga untuk mencari maisyah/ nafkah. Jadi jangan heran jika dalam Islam, pemuda-pemuda dulu pada zaman Rasulullah adalah pemuda tangguh yang siap berkontribusi terhadap ummat.

Baligh dalam hal ini berarti sudah matang secara seksual sehingga mampu menghasilkan keturunan. Kalau anak perempuan ya berarti sudah mendapatkan haid pertama atau datang bulan. Biasanya usia sekolah dasar kelas 5 atau 6 SD, usia 11-13 tahun, tergantung seberapa cepat hormonalnya bekerja. Jadi ajarkan mereka untuk menjaga diri sendiri, mengetahui yang boleh dan tidak boleh dilakukan jika sudah masuk usia baligh.

Jika anak laki-laki berarti sudah mendapatkan mimpi basah. Ajarkan bagaimana anak harus bersikap terhadap lawan jenis. Karena di fase baligh inilah anak-anak mulai mengalami masa pubertas. Mulai mengalami jatuh cinta dengan lawan jenis. Jika terdapat kesalahan dalam mengenalkan fitrah seksualitas anak, ada kekhawatiran bahwa anak akan berbeda pemikiran dalam menanggapi fase ini. Misalnya harusnya anak perempuan malah sukanya dengan anak perempuan. Kan gawat. Bahaya jika tidak dikenalkan bahwa fitrah jatuh cinta itu dengan lawan jenis, bukan sesama jenis. Jatuh cinta itu dengan yang halal, bukan yang belum sah menjadi pasangan. Dan jatuh cinta itu wadahnya ya dalam pernikahan, bukan pacaran.

Di fase mengenalkan fitrah seksualitas anak ini pula, orang tua berperan dalam memisahkan gender dan mengenalkan mereka dengan nilai islam. Misal : aturan untuk memisahkan tempat tidur sesuai jenis kelamin. Biar apa? Biar nggak campur baur antara anak laki-laki dan perempuan.Di fase ini pula perlu mengenalkan apa itu mahram, siapa saja orang yang boleh melihat aurat, siapa yang tidak.

Masalahnya kini, bagaimana mengajarkan fitrah seksualitas anak jika anak tidak dekat dengan orang tuanya? Itulah yang harus diupayakan oleh  orang tua. Mendekatkan anak pada orang tua agar apa yang terjadi pada mereka, orang tua yang lebih dahulu tahu dibanding orang lain.

Kapan hari saya baca poster berisi tulisan “Teknis membangunkan Fitrah Seksualitas Anak”. Hal ini dimulai dengan tahapan :

  • 0-2 tahun : mendekatkan anak dengan ibunya
  • 3-6 tahun : mendekatkan anak dengan orang tuanya
  • 7-10 tahun : mendekatkan anak sesuai gender
          Jika anak laki-laki, dekatkan ia dengan ayahnya.
          Jika anak perempuan, dekatkan ia dengan ibunya
  • 11-14 tahun : usia pre aqil baligh, lintas gender
          Jika anak laki-laki, dekatkan ia dengan ibunya
          Jika anak perempuan, dekatkan ia dengan ayahnya
  • >15 tahun : usia aqil baligh, sudah tuntas
          Anak kita bukan anak kita lagi

Anakmu memang bukan anakmu. Ia anak zamannya. Kemampuan untuk bertahan hidup dimulai dari apa apa yang diajarkan oleh orang tua setiap hari. Jadi fase mengajarkan itu dari 0-15 tahun. Hanya 15 tahun saja lho. Nggak lama. Jadi harusnya orang tua berjibaku untuk mempersiapkan generasi penerusnya yang lebih baik. Kenapa begitu? Karena anak menjadi lebih baik setiap hari, tergantung bagaimana orang tuanya membekalinya dengan ilmu dan aturan yang sesuai. Jika anak memiliki kecenderungan menjadi perilakunya buruk, bisa jadi karena ia memang tidak mendapatkan contoh yang baik dari orang tuanya.

5 bahasa cinta untuk anak (doc : pinterest.com)

Pernah lihat ada anak yang menyerbot antrian di keramaian? Bisa jadi karena orang tuanya tidak pernah mengajarkan pentingnya antri, pentingnya sabar dan menahan diri. Bahwa menunggu meskipun sedikit lama tak mengapa karena toh akan tiba giliranmu juga.

Pernah melihat anak yang suka malakin temannya di sekolah? Dulu saya heran karena ada teman yang demikian di sekolah. Ternyata ditelusuri bahwa anak tersebut kurang didikan dan kasih sayang dari orang tuanya. Cara dia mencari perhatian orang tuanya adalah dengan menjadi anak bandel atau bermasalah di sekolah atau lingkungannya. Buat apa? Biar orang tuanya mulai aware kalau mereka masih punya anak yang harus diurus. Bukan hanya urusan bisnis atau pekerjaan saja yang diurus. 

Pernah melihat anak yang pacaran dan jadi playboy/playgirl? Bisa jadi karena ia tidak dekat dengan orang tuanya. Misal anak perempuan berarti sesuai fitrah seksualitas anak, ia harus didekatkan dengan ayahnya. Jika ia dekat dengan ayahnya, berbincang banyak hal tentang yang terjadi sehari-hari, mustahil dia akan pacaran. Karena baginya, kasih sayang ayahnya sudah cukup untuk memenuhi ruang kosong di hatinya.

Begitu pun jika anak laki-laki jatuh cinta dan jadi playboy atau tukang selingkuh. Bisa jadi ia belajar dari orang tuanya tentang hal ini. Gimana cara mengatasinya? Dekatkan anak laki-laki dengan ibunya. Kalau ia sayang dengan ibunya, ia akan memperlakukan perempuan sebagaimana ia memperlakukan ibunya dengan baik. Ia akan menghormati perempuan, tidak akan mengajak pacaran karena tahu bahwa pacaran itu dilarang dalam agamanya.

Aturan larangan pacaran ini juga wajib diucapkan secara verbal oleh orang tua sebagai aturan rumah, sebutkan mengapa tidak boleh dalam Islam beserta alasan logisnya. Karena anak yang sudah baligh sudah bisa berpikir dan diajak berdiskusi, jadi seharusnya pertukaran pemikiran itu dimulai dari dialog-dialog di dalam rumah. Bukan lagi ketika ada masalah baru orang tua kalang kabut mencari solusi. Solusinya dimulai dari bagaimana orang tua memulai tahapan mengenalkan fitrah seksualitas anak sejak kecil. Sejak mereka lahir. :)

Kita bisa belajar dari kisah hidup Rasulullah. Beliau hidup yatim piatu sejak lahir, diasuh oleh ibu yang menyusuinya hingga 2 tahun. Selepas itu diasuh oleh kakek dan pamannya. Sejak baligh sudah diajak untuk berdagang dan menggembala hewan ternak. Jadi meski Rasulullah sudah tidak memiliki ayah dan ibu, beliau tetap mendapatkan kasih sayang yang cukup dari walinya dan orang yang mengurusnya sejak lahir.

Selepas baligh, anak bisa diajarkan bagaimana menjalankan kepemimpinan, karena Rasulullah pun  mulai menggembala hewan saat baligh. Kemampuan kepemimpinan ini akan berguna saat dewasa, baik dalam hal komunikasi, melatih kesabaran, kejujuran, etika, dll.

Anak yang sudah baligh juga bisa mulai mencari nafkah, maka ajarkan mereka untuk mulai berdikari lewat hobi yang ditekuni. Ajarkan skill untuk bertahan hidup, bukan hanya mengajarkan mereka tentang pelajaran formal. Jadi jika orang tua meninggal, anaknya masih tetap bisa hidup karena mereka sudah dibiasakan untuk tidak bergantung pada orang lain. Agak sulit ya? Memang. Itu sebabnya mendidik tak pernah mudah, butuh ketekunan dan keikhlasan, baik dari orang tua maupun guru yang membimbingnya di sekolah. :)

Dan jangan lupa untuk mendoakan anak-anakmu agar menjadi generasi pilihan yang terbaik di zamannya kelak. Kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan mendoakannya sepenuh hati? :)

Semoga bermanfaat ya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)