Quote of The Day
Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.
Sabtu, 21 Juli 2018
Merindu
Angin malam ini lembut membelai dedaunan. Sesekali aku memalingkan wajah melihat jalanan yang mulai sepi. Langkah kaki yang mulai tersentak. Jalanan sunyi yang membuatku menjadi semakin merasakan kesepian yang nyata.
Lampu-lampu yang temaram membuyarkan pandangan mataku. Kuarahkan wajahku ke deretan kios pedagang di ujung jalan.
Masih ada yang terjagakah pukul 2 dini hari?
Malam ini aku pulang terlalu larut karena bus baru sampai di kota Bandung. Di ujung jalan kulihat seorang lelaki menggosokkan tangannya, menghalau dingin yang menyerang.
"Teh, mau ke mana?"
Aku tersenyum karena sudah hafal dengan kebiasaannya. Ia suka membakar kayu bakar untuk perapian. Kota Bandung dini hari bukan kota yang patut untuk ditakuti.
Aku pernah naik angkot dini hari menuju kosan karena sudah tak ada kendaraan lain. Angkot ini justru melewati pasar. Jam dua dini hari, pasar sudah buka dan mulai ada aktivitas.
Kupikir Bandung akan sesunyi hatiku. Nyatanya tidak. Angkot yang membawaku pun sampai di jalan depan gang. Saat itu baru kutahu, kesunyian yang sesungguhnya adalah saat aku tak tahu harus bicara pada siapa. Saat hatiku tidak sedang baik-baik saja.
"Hei, kamu di mana? Aku rindu."
Label:
catatan kecil,
fiksi,
flash fiction
Aku dan kamu sepasang doa yang saling mengamini.
Blogger | Bookworm | Suka nulis | Tegal
Email : sabilla.arrasyid@gmail.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Seru banget dah perjalanan naik angkotnya mengalir begitu saja.
BalasHapusAkumah rusuh, di Bandung kebingungan mau naik angkot apa, harus berenti dimana, berapa biayanya. Puyeng!