Waspadai Dampak Buruk Social Media Bagi Kehidupan
Social media atau media social sangat erat kaitannya dengan
dunia digital saat ini. Dulu ketika internet pertama kali muncul di tahun 2000
an, itu pertama kalinya saya bersinggungan dengan dunia internet. Dulu ya hanya
sebatas kenal dengan warnet, main chatting dengan orang asing, itu pun
chattingnya bareng-bareng, bayarnya patungan. Hahaha. :p
Saat ini, jaringan internet di Indonesia sudah meluas ke seluruh peosok negeri. Semakin mudahnya akses ke internet
ternyata membuat sebagian orang yang dulunya hanya menonton televisi, kini
berpindah tontonan ke Youtube dan mulai aktif di social media. Jadi jangan
heran jika jumlah subscribers youtubers di Indonesia meningkat drastis seiring
berkembangnya dunia digital di Indonesia. Dan kini jumlah pengguna internet aktif di Indonesia meningkat drastis. Selain karena jaringan internet sudah mudah
diakses hingga ke pelosok desa, juga murahnya harga paket internet dan gadget
membuat setiap orang sudah bisa memiliki smartphone.
Lalu, apa hubungannya social media dengan perkembangan zaman? Apa saja tantangan manusia di era digital?
Saya uraikan satu per satu ya. Semoga bermanfaat 😊
1. Social media menjadi candu selain televisi
Tak dipungkiri bahwa social media kini
telah menjadi candu yang menggantikan peran televisi dan media lainnya(majalah,
koran, buku, dll). Sebut saja twitter yang bisa membuat kita mudah menemukan berita
terkini yang sedang tren dan ramai diperbincangkan oleh warga net (netizen).
Contohnya saat terjadi gempa di Donggala
Palu, gempa di Lombok, banjir di Semarang, atau puting beliung di Bogor kemarin.
Twitter sangat digandrungi generasi millenial. Sedangkan facebook masih dipakai
oleh generasi kolonial (baca : emak-emak jaman dulu), dan instagram digunakan
oleh anak-anak generasi tahun 2000 an yang kini akif juga di social media
seperti Line, dan Whatsapp.
Well ya, tak disangka social media di
Indonesia akan sepesat ini. Itulah kenapa hiburan pun semakin beragam, tak
hanya televisi namun sudah merambah ke social media juga. Banyak content
creator yang menghasilkan pundi-pundi rupiah dari social media.
2. Social media menjadi pusat penyebaran berita bohong (hoax)
Dulu hoax tidak segencar sekarang, karena
masih pakai media sms mama minta pulsa atau sejenisnya. Namun kini, kemudahan
era digital membuat para penipu yang suka iseng juga memanfaatkan social media
untuk melakukan penipuan atau menyebarkan berita hoax. Berita ini kadang sudah
lama terjadi, di tahun-tahun sebelumnya sudah ada berita tersebut namun orang
masih juga percaya ketika ada yang membagikannya kembali ke social media yang
mereka miliki.
Dulu hanya facebook tempat orang membagi
hoax, namun kini di instagram pun banyak akun-akun bodong yang membagikan
berita tak jelas sehingga suasana media social menjadi tidak kondusif, terutama
saat terjadi bencana. Bencana yang terjadi kapan, diberitakannya kapan. Itu pun
kadang ilustrasinya beda dengan captionnya. Misal bencana gunung sinabung pakai
foto atau video gunung agung, misalnya. Hal ini tentu meresahkan masyarakat
karena berita yang benar menjadi simpang siur. Untuk meredakannya, kita harus
melihat pada media yang terpercaya seperti Tempo, Tirto, Kumparan, dll.
3. Social media menjadi tempat penyebaran perang ideologi dan isu sensitif
Ya, orang mudah menemukan informasi apapun
di internet. Kemudahan ini juga memiliki sisi negatif. Derasnya arus informasi
memungkinkan kita mendapatkan informasi tanpa filter. Sehingga timbul sisi lain
dari social media yaitu hoax. Hoax ini kadang menimbulkan sisi lainnya yaitu
penyebaran perang ideologi dan isu sensitif. Isu-isu yang diberikan pun sangat
beragam sehingga membuat generasi baby boomer (generasi angkatan orang tua
kita, kelahiran 1960-1970 an menjadi kaget dan ikut menyebarkan isu tersebut.
Bukan salah mereka, karena ketidaktahuan
orang tua tentang isu yang dsebarkan lewat grup whatsapp membuat berita-berita
sampah menjadi lebih sering dibagikan kembali. Sekali lagi, hal ini terjadi
karena rendahnya awareness tentang social media dan perannya dalam kehidupan, bahwa
sebenarnya kita juga bisa kok menggali sisi positifnya juga. :)
4. Social Media menjadi sarana disruption
Isu disruption menjadi sangat gencar saat ini sehingga membuat sebagian orang jengah. Misalnya media seperti koran yang sudah
tidak banyak yang membeli dan membacanya. Kini koran pun beralih ke digital
dalam bentuk ebook maupun majalah berubah menjadi ebook dan bisa diakses dalam
bentuk web artikel.
Disruption ini bisa berpengaruh pada pola
perilaku pengguna social media juga. Misal mereka lebih suka membaca artikel
yang dibagikan lewat social media alih-alih harus membeli lebih dulu
buku/majalah/koran. Tentu ini membuat omset penjualan media cetak menurun, tapi
berbanding terbalik dengan orang yang memanfaatkan social media untuk menggaet
pembeli.
Jika kini toko offline banyak kehilangan
pembeli karena orang lebih suka belanja online, ya memang demikian adanya. Toko
online menargetkan pembeli lewat iklan yang dipasang di social media. Begitu
orang sudah mengklik iklan tersebut sekali, maka iklan-iklan yang serupa
dengannya akan bermunculan di beranda facebook maupun instagram.
Jadi, apakah distruption adalah sebuah
ancaman? Ya, tergantung bagaimana kamu melihatnya. Faktanya perubahan akan
selalu terjadi dalam dunia industri, jadi perubahan apapun akan tetap terjadi
baik dalam waktu cepat atau lambat. Karena industri berkembang, dunia digital
pun sama. Social media yang kini digandrungi seperti instagram pun, kelak
mungkin hanya tinggal nama. Tergantung bagaimana pendirinya bisa terus menerus
berinovasi atau malah melakukan kemandegan? Ya, kita lihat saja nanti. ;)
Lalu, apa saja tantangan yang harus kita hadapi di era digital ini?
1. Bijak menggunakan social media
Memilih bagaimana social media digunakan,
baik untuk pribadi maupun untuk urusan pekerjaan. Kita menggunakan sicial media
seperti pisau bermata dua, tergantung bagaimana kita menggunakannya. Untuk
memotong bahan makanan ataukah untuk membunuh orang. Hal ini tergantung
kebijakan penggunanya. Jadi bijaklah bersocial media. Misalnya dengan hanya
mengakses secukupnya saja, batasi waktu hanya 1-2 jam saja dalam sehari, tidak
mengakses ketika emosi sedang tidak stabil, karena bisa berakibat fatal. Kita
bisa menumpahkan emosi negatif kepada diri sendiri atau orang lain lewat social
media tersebut.
2. Menjadikan social media (bukan) sebagai social home
Social media sama seperti rumah kedua bagi
kita. Apakah kita ingin rumah yang nyaman atau tidak, tergantung kita yang
menempatkan perabotan dan menata suasana rumah tersebut sehingga nyaman dihuni.
Begitu pula dengan social media. Gunakan social media untuk berjejaring dengan
orang baru maupun orang yang sudah lama kita kenal. Namun tetap waspada ya.
Seperti halnya rumah kita di dunia nyata,
kita tidak perlu membiarkan orang asing masuk ke rumah maya kita jika kita
tidak mempercayainya. Jadi pastikan bahwa teman yang kita kenal di dunia maya
bisa dipercaya dan tidak membawa pengaruh buruk bagi diri sendiri maupun orang
di sekitar kita. Sudah banyak kasus yang berawal dari social media seperti
pembunuhan, penculikan, penipuan (scammer), maupun perampokan yang terjadi
karena kitalah yang membuka terlebih dahulu identitas diri dengan lengkap.
See? Jangan membuka informasi terlalu
detail di social media karena social media bukanlah tempat yang tepat untuk
menumpahkan seluruh data diri kita ataupun orang yang ada di sekitar kita.
Misal : jadwal antar jemput anak, isi rumah seperti apa, agenda kita ngapain
aja seharian, dll. Jika ada orang asing yang sangat katakanlah “psikopat”, bisa
jadi kita yang akan jadi sasaran perbuatannya. Jadi berhati-hati membagikan
informasi penting tentang diri kita, terutama informasi data diri anak-anak
yang kita miliki.
Jangan sampai keluarga menjadi korban
ketidakwaspadaan kita dengan kehadiran orang asing dari dunia maya yang bisa
saja menguntit atau melacak data pribadi dari dunia maya. Well ya, sebegitu
menyeramkannya social media, bukan berarti dia tak punya sisi positif, tapi
saya hanya ingin membagikan cerita bahwa ada sisi lain social media yang harus
kita tahu bahwa hal ini tidak bisa kita pisahkan dari dampak perkembangan
social media di Indonesia. So, hati-hati ya, gaes!
Nah, kalau menurutmu social media itu seperti apa sih? Dan
apa dampak positif dan negatif yang sudah kamu rasakan? Share dong di komentar.
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)