Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Sabtu, 24 November 2018

Waspadai Dampak Buruk Media Sosial Bagi Kehidupan


Waspadai Dampak Buruk Social Media Bagi Kehidupan

Social media atau media social sangat erat kaitannya dengan dunia digital saat ini. Dulu ketika internet pertama kali muncul di tahun 2000 an, itu pertama kalinya saya bersinggungan dengan dunia internet. Dulu ya hanya sebatas kenal dengan warnet, main chatting dengan orang asing, itu pun chattingnya bareng-bareng, bayarnya patungan. Hahaha. :p


Saat ini, jaringan internet  di Indonesia sudah meluas ke seluruh peosok negeri. Semakin mudahnya akses ke internet ternyata membuat sebagian orang yang dulunya hanya menonton televisi, kini berpindah tontonan ke Youtube dan mulai aktif di social media. Jadi jangan heran jika jumlah subscribers youtubers di Indonesia meningkat drastis seiring berkembangnya dunia digital di Indonesia. Dan kini jumlah pengguna internet aktif di Indonesia meningkat drastis. Selain karena jaringan internet sudah mudah diakses hingga ke pelosok desa, juga murahnya harga paket internet dan gadget membuat setiap orang sudah bisa memiliki smartphone.



Lalu, apa hubungannya social media dengan perkembangan zaman? Apa saja tantangan manusia di era digital?


Saya uraikan satu per satu ya. Semoga bermanfaat 😊

1.       Social media menjadi candu selain televisi


Tak dipungkiri bahwa social media kini telah menjadi candu yang menggantikan peran televisi dan media lainnya(majalah, koran, buku, dll). Sebut saja twitter yang bisa membuat kita mudah menemukan berita terkini yang sedang tren dan ramai diperbincangkan oleh warga net (netizen).

Contohnya saat terjadi gempa di Donggala Palu, gempa di Lombok, banjir di Semarang, atau puting beliung di Bogor kemarin. Twitter sangat digandrungi generasi millenial. Sedangkan facebook masih dipakai oleh generasi kolonial (baca : emak-emak jaman dulu), dan instagram digunakan oleh anak-anak generasi tahun 2000 an yang kini akif juga di social media seperti Line, dan Whatsapp.

Well ya, tak disangka social media di Indonesia akan sepesat ini. Itulah kenapa hiburan pun semakin beragam, tak hanya televisi namun sudah merambah ke social media juga. Banyak content creator yang menghasilkan pundi-pundi rupiah dari social media.

2.       Social media menjadi pusat penyebaran berita bohong (hoax)


Dulu hoax tidak segencar sekarang, karena masih pakai media sms mama minta pulsa atau sejenisnya. Namun kini, kemudahan era digital membuat para penipu yang suka iseng juga memanfaatkan social media untuk melakukan penipuan atau menyebarkan berita hoax. Berita ini kadang sudah lama terjadi, di tahun-tahun sebelumnya sudah ada berita tersebut namun orang masih juga percaya ketika ada yang membagikannya kembali ke social media yang mereka miliki.

Dulu hanya facebook tempat orang membagi hoax, namun kini di instagram pun banyak akun-akun bodong yang membagikan berita tak jelas sehingga suasana media social menjadi tidak kondusif, terutama saat terjadi bencana. Bencana yang terjadi kapan, diberitakannya kapan. Itu pun kadang ilustrasinya beda dengan captionnya. Misal bencana gunung sinabung pakai foto atau video gunung agung, misalnya. Hal ini tentu meresahkan masyarakat karena berita yang benar menjadi simpang siur. Untuk meredakannya, kita harus melihat pada media yang terpercaya seperti Tempo, Tirto, Kumparan, dll.

3.       Social media menjadi tempat penyebaran perang ideologi dan isu sensitif


Ya, orang mudah menemukan informasi apapun di internet. Kemudahan ini juga memiliki sisi negatif. Derasnya arus informasi memungkinkan kita mendapatkan informasi tanpa filter. Sehingga timbul sisi lain dari social media yaitu hoax. Hoax ini kadang menimbulkan sisi lainnya yaitu penyebaran perang ideologi dan isu sensitif. Isu-isu yang diberikan pun sangat beragam sehingga membuat generasi baby boomer (generasi angkatan orang tua kita, kelahiran 1960-1970 an menjadi kaget dan ikut menyebarkan isu tersebut.

Bukan salah mereka, karena ketidaktahuan orang tua tentang isu yang dsebarkan lewat grup whatsapp membuat berita-berita sampah menjadi lebih sering dibagikan kembali. Sekali lagi, hal ini terjadi karena rendahnya awareness tentang social media dan perannya dalam kehidupan, bahwa sebenarnya kita juga bisa kok menggali sisi positifnya juga. :)

4.       Social Media menjadi sarana disruption


Isu disruption menjadi sangat gencar saat ini sehingga membuat sebagian orang jengah. Misalnya media seperti koran yang sudah tidak banyak yang membeli dan membacanya. Kini koran pun beralih ke digital dalam bentuk ebook maupun majalah berubah menjadi ebook dan bisa diakses dalam bentuk web artikel.

Disruption ini bisa berpengaruh pada pola perilaku pengguna social media juga. Misal mereka lebih suka membaca artikel yang dibagikan lewat social media alih-alih harus membeli lebih dulu buku/majalah/koran. Tentu ini membuat omset penjualan media cetak menurun, tapi berbanding terbalik dengan orang yang memanfaatkan social media untuk menggaet pembeli.

Jika kini toko offline banyak kehilangan pembeli karena orang lebih suka belanja online, ya memang demikian adanya. Toko online menargetkan pembeli lewat iklan yang dipasang di social media. Begitu orang sudah mengklik iklan tersebut sekali, maka iklan-iklan yang serupa dengannya akan bermunculan di beranda facebook maupun instagram.

Jadi, apakah distruption adalah sebuah ancaman? Ya, tergantung bagaimana kamu melihatnya. Faktanya perubahan akan selalu terjadi dalam dunia industri, jadi perubahan apapun akan tetap terjadi baik dalam waktu cepat atau lambat. Karena industri berkembang, dunia digital pun sama. Social media yang kini digandrungi seperti instagram pun, kelak mungkin hanya tinggal nama. Tergantung bagaimana pendirinya bisa terus menerus berinovasi atau malah melakukan kemandegan? Ya, kita lihat saja nanti. ;)

Lalu, apa saja tantangan yang harus kita hadapi di era digital ini?


1.       Bijak menggunakan social media


Memilih bagaimana social media digunakan, baik untuk pribadi maupun untuk urusan pekerjaan. Kita menggunakan sicial media seperti pisau bermata dua, tergantung bagaimana kita menggunakannya. Untuk memotong bahan makanan ataukah untuk membunuh orang. Hal ini tergantung kebijakan penggunanya. Jadi bijaklah bersocial media. Misalnya dengan hanya mengakses secukupnya saja, batasi waktu hanya 1-2 jam saja dalam sehari, tidak mengakses ketika emosi sedang tidak stabil, karena bisa berakibat fatal. Kita bisa menumpahkan emosi negatif kepada diri sendiri atau orang lain lewat social media tersebut.

2.       Menjadikan social media (bukan) sebagai social home


Social media sama seperti rumah kedua bagi kita. Apakah kita ingin rumah yang nyaman atau tidak, tergantung kita yang menempatkan perabotan dan menata suasana rumah tersebut sehingga nyaman dihuni. Begitu pula dengan social media. Gunakan social media untuk berjejaring dengan orang baru maupun orang yang sudah lama kita kenal. Namun tetap waspada ya.

Seperti halnya rumah kita di dunia nyata, kita tidak perlu membiarkan orang asing masuk ke rumah maya kita jika kita tidak mempercayainya. Jadi pastikan bahwa teman yang kita kenal di dunia maya bisa dipercaya dan tidak membawa pengaruh buruk bagi diri sendiri maupun orang di sekitar kita. Sudah banyak kasus yang berawal dari social media seperti pembunuhan, penculikan, penipuan (scammer), maupun perampokan yang terjadi karena kitalah yang membuka terlebih dahulu identitas diri dengan lengkap.

See? Jangan membuka informasi terlalu detail di social media karena social media bukanlah tempat yang tepat untuk menumpahkan seluruh data diri kita ataupun orang yang ada di sekitar kita. Misal : jadwal antar jemput anak, isi rumah seperti apa, agenda kita ngapain aja seharian, dll. Jika ada orang asing yang sangat katakanlah “psikopat”, bisa jadi kita yang akan jadi sasaran perbuatannya. Jadi berhati-hati membagikan informasi penting tentang diri kita, terutama informasi data diri anak-anak yang kita miliki.

Jangan sampai keluarga menjadi korban ketidakwaspadaan kita dengan kehadiran orang asing dari dunia maya yang bisa saja menguntit atau melacak data pribadi dari dunia maya. Well ya, sebegitu menyeramkannya social media, bukan berarti dia tak punya sisi positif, tapi saya hanya ingin membagikan cerita bahwa ada sisi lain social media yang harus kita tahu bahwa hal ini tidak bisa kita pisahkan dari dampak perkembangan social media di Indonesia. So, hati-hati ya, gaes!

Nah, kalau menurutmu social media itu seperti apa sih? Dan apa dampak positif dan negatif yang sudah kamu rasakan? Share dong di komentar. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)