Hari itu aku duduk di kursi angkot, aku akan pergi ke gramedia Pandanaran demi membeli buku pengganti untuk perpus. Ya, buku yang kupinjam ternyata hilang. Dan aku harus menggantinya agar bisa mendapat tanda bebas perpus kampus.
Ada yang bikin aku terkejut waktu duduk di angkot. Seorang teman lama duduk di depanku, bertanya kabar sekadar basa-basi. Lalu, ada obrolan yang bikin dadaku serasa sesak.
"Kenapa pindah kos nggak bilang mba? Oiya, biar gimana juga, mb X itu udah bantu mba sampe bisa seperti sekarang."
Hari itu, rasanya ada beban berat di dadaku. Sesak. Bikin mau nangis di angkot. Tapi urung kulakukan dan aku hanya diam tanpa mau menjawab ucapan basa-basinya.
You know, i have no chingu |
Ga ada yang mau jadi beban buat temannya, ga ada yang mau minta tolong bahkan serasa punya hutang budi seumur hidup.
Menurutku, pertemanan adalah tentang ketulusan hati. Kalau memang tidak tulus dan hanya berhitung di atas untung rugi, tak perlu berteman bahkan sampai bilang hal seperti itu.
Rasa sesak itu sampai sekarang masih sering ku ingat dan menjadi pelajaran. Kelak kalau aku baik pada orang lain, aku tak mau menghitungnya sebagai kebaikan dan meminta bayaran di dunia.
Biarlah Tuhan membalas kebaikan itu tanpa perlu aku menagih janji pada orang yang kubantu.
Ada satu hal yang membuatku sesak. Fakta bahwa aku jadi mak comblang bagi mb X ini, bikin aku jadi tanda tanya.
Kenapa dia bilang pada orang lain bahwa dia berjasa bagi hidupku? Padahal kalau dia tak mengenalku dan membantuku, aku juga tak akan mau membantu dia mengenalkannya pada teman sekolahku.
Di tahun setelah itu, teman sekolahku itulah yang menjadi suaminya. Aku juga yang meyakinkannya bahwa perempuan itu baik dan bisa diperjuangkan, jika dia bersedia berjuang.
Lalu, apa yang bisa diambil pelajaran?
Balasan Tuhan untuk setiap kebaikan itu dihitung dengan hitungan yang tepat sempurna. Hitungan manusia di atas untung rugi hanya membuat balasan Tuhan serasa seperti bisnis. .
Jadi jangan pernah bilang ada orang yang berhutang budi dan tidak tahu terima kasih. Bisa jadi dialah yang diam-diam mendoakan kemudahan hidupmu.
Bisa jadi hidupmu yang enak dan nyaman itu juga karena kebaikan yang dibalas tunai oleh Tuhan. Tanpa perlu menunggu hitungan akhirat.
Sebetulnya yang bikin aku sedih adalah karena kebaikan itu dihitung dan diingat terus, seolah budi baik sebesar apapun tak mampu membalas kebaikan yang diberikannya.
Lalu gimana membayarnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)