Kolaborasi PentaHelix Untuk Menghapuskan Stigma dan Diskriminasi Kusta
Siaran Ruang Publik KBR memperingati tatngal 7 April 2022 sebagai Hari Kesehatan Sedunia dengan mengusung tema acara yaitu “Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Kusta”.
Pernyataan ini sekaligus menjadi momentum yang baik untuk mengingatkan semua pihak tentang pentingnya meletakkan kesehatan sebagai prioritas dari semua aspek kehidupan.
Saat ini, penyakit kusta masih menjadi isu yang luput dari perhatian masyarakat. Kita seringkali terlupa bahwa penyakit kusta masih ada di sekitar kita. Saat ini, Indonesia tetap menempati urutan ketiga sebagai penyumbang kasus kusta baru dengan 17.000 kasus per tahun. Banyak juga ya?
Banyak masalah
yang dihadapi pasien kusta, baik masalah fisik, psikologis, mental, hubungan sosial
yang renggang dengan keluarga hingga masyarakat di sekitarnya. Permasalahan
kesehatan adalah tanggung jawab bersama. Upaya mengedukasi masyarakat serta
memutus mata rantai penularan kusta perlu dilakukan secara komprehensif di
masyarakat.
Saat ini,
kita perlu melakukan kolaborasi pentahelix yang melibatkan lintas sektor baik akademisi,
pemerintah, pelaku bisnis, hingga komunitas dan media. Lalu seperti apa
kolaborasi pentahelix untuk mengatasi kusta yang perlu dilakukan?
Nah, Siaran
Ruang Publik KBR akan membahas hal ini. Kamu bisa menyimak di 100 radio
jaringan kabar di seluruh Indonesia dari Aceh hingga Papua dan di Jakarta lewat
104,2 MS Tri FM. Di event ini, kita akan berbincang-bincang bersama Dokter
Flora Ramona Sigit Prakoeswa dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Indonesia atau PERDOSKI, dan Wisnu Saputra, Ketua Bidang Organisasi Persatuan
Wartawan Indonesia PWI Kab. Bandung
Memaknai Pentingnya Hari Kesehatan Sedunia
Hari
Kesehatan Sedunia adalah sesuatu yang penting untuk kita. Bukan selebrasi saja,
tetapi untuk diperingati dan maknai secara mendalam bahwa kesehatan itu
sebetulnya menyeluruh. Jadi tidak hanya kesehatan fisik yang kasat mata saja, tapi
juga kesehatan mental (mental health) dan kesehatan sosial.
Misalnya : seseorang
yang terkena sakit kusta itu pasti detik pertama kita sudah tau dia kelihatan
cacatnya. Tampak mata dan wajahnya yang berbeda, alisnya rontok, mukanya
benjol-benjol, tangan kakinya ada luka-luka yang tidak disadari, dan bertambah
banyak. Cacatnya itu termasuk cacat fisik yang sekali lihat itu akan
memperlihatkan stempel kusta. Pasien penyakit kusta akan terstigma dan
dipandang negatif. Padahal, sebetulnya penyakit kusta adalah penyakit
infeksi yang paling tidak menular.
Berita tentang penyakit kusta |
Nah, kusta paling tidak menular lho. Kenapa hal itu bisa terjadi?
Penyakit
kusta butuh waktu lama untuk menularkan pada orang lain, dengan melalui kontak
intens erat. Hal ini hanya bisa terjadi jika kita berdekatan pasien tersebut. Kontak
intens dan lama dengan seseorang yang belum diobati. Namun, jika pasien kusta sudah
diobati, maka penyakit itu tidak menular.
Banyak pasien
penyakit kusta yang mengalami kendala dalam masyarakat, misalnya : dikeluarkan
dari pekerjaan, bahkan kadang juga dijauhi dari pasangan dan keluarganya. Hal
ini akan berdampak dan mempengaruhi mental health dan menyebabkan depresi. Jika
ia tidak bisa bangkit, maka ia akan malu datang ke dokter untuk berobat.
Hal ini juga
akan berdampak pada kesehatan sosial. Kenapa?
Saat pasien
kusta pendapatannya turun dan tak punya pekerjaan, maka gizi makanan juga akan
menurun. Hal ini akan membuat kondisi kesehatannya bertambah menurun terus,
karena dia terdiskriminasi dan terkena kesehatan mental.
Jika seorang
penderita penyakit kusta malas ke dokter, maka ia akan bertambah cacat dan nggak
sembuh-sembuh. Dia juga bisa menulari orang di sekitarnya. Itulah sebabnya jika
kita ingin memperingati Hari Kesehatan Sedunia, ada empat aspek yang perlu
diperhatikan yaitu: kesehatan fisik, kesehatan mental, kesehatan sosial dan kesehatan
spiritual.
Cara Sosialisasi Penyakit Kusta Di Masyarakat
Ada cara
utuk sosialisasi tentang penyakit kusta agar tidak mengucilkan penderitanya
yaitu dengan melibatkan pemuka agama dan Lurah. Selain itu, jika ada tim
peneliti yang ingin ikut, perlu juga untuk ngobrol dan berkomunikasi, baik
melalui diskusi maupun silaturahmi dengan lurah, RT, RW dan Ketua Dasawisma itu.
Para
peneliti, tim tenaga kesehatan dan tim dokter perlu mengangkat isu kesehatan penderita
penyakit kusta pada masyarakat. Seorang penderita penyakit kusta akan menjadi penyandang
disabilitas karena penyakit kusta ini menjadikan penderitanya cacat.
Seorang
jurnalis perlu menjadi perantara untuk mengedukasi masyarakat dan menyampaikan sosialisasi
yang pesannya lebih komprehensif. Hal ini akan memberi dampak positif dan meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat.
Peran jurnalis
sebagai pemberi edukasi ke masyarakat dengan bahan tulisan, video atau audiovisual
juga itu harus menggunakan rasa. Jadi, tidak gegabah dan tidak sembarangan agar
tak terjadi salah paham saat ingin mengedukasi namun justru malah jadi bumerang.
Akhirnya masyarakat tidak lagi aware pada penyandang disabilitas akibat
penyakit kusta.
Strategi
pemberantasan stigma dan diskriminasi itu dengan cara konseling informasi dan
edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemahamannya terhadap
stigma penyakit kusta.
Nah, hal ini
tentu dapat dilakukan melalui berbagai media yang dianggap cocok dan banyak digunakan
kayak disini oleh target sasaran yang akan menerima edukasi, misal melalui
tulisan, video youtube, iklan layanan masyarakat, podcast, maupun siaran radio
dan televisi. Di Indonesia, ada daerah yang masuk kategori endemis penyakit
kusta, yaitu kantong endemis di Indonesia Timur dan di Jawa Timur.
Program
Suryamas Jelita (Jadi sehat untuk berkarya Mandiri bersama kelompok jelang eliminasi
kusta) melakukan pendekatan struktur yaitu sosialisasi Rebo Kusta upaya
pembentukan personal pembentukan kelompok perawatan diri dan upaya
memberdayakan kelompok, dan evaluasi yang paling penting.
Pemerintah
dan tenaga kesehatan perlu melakukan rencana untuk memberantas penyakit kusta, namun
perlu juga untuk mengerjakan aksinya. Selain itu, harus ada juga controlling
dan evaluasi di akhir. Jadi jika ingin berhasil sosialisasi dan penata laksanaannya
secara holistik memang harus melibatkan pemerintah, tokoh media sosial, tokoh
masyarakat supaya berhasil. Makanya untuk itu, kita butuh kolaborasi
pentahelix.
Apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi stigma penyakit kusta?
Semua komponen dari Penta-Helix yaitu masyarakat atau komunitas berperan aktif dalam eliminasi kusta dan pencegahan stigmatisasi serta diskriminasi jadi yang bisa dilakukan agar tahu bahwa kusta itu adalah penyakit menular yang paling gak penular. Dengan cara tidak melakukan stigma atau cap jelek lewat ucapan negatif atau tindakan membeda-bedakan terhadap pasien kusta.
Kita perlu berkolaborasi antara pelaku bisnis, media massa, komunitas, dan
negara. Demi Indonesia bebas kusta dan bersatu bagi pasien kusta yang ada di
Indonesia
Jadi kenapa Kusta dibilang penyakit infeksi atau penyakit menular yang paling tidak menular?
Karena penyakit
kusta sendiri itu bisa menular jika terjadi kontak erat yang lama sampai 40 tahun
bahkan bisa dikatakan mulai dari 40 hari-40 tahun. Tetapi rata-rata kurang
lebih 10 tahun dengan pasien kusta yang belum diobati.
Orang lain baru bisa tertular penyakit kusta sekitar kurang lebih 5-10 tahun. Bila kita kontak berat sentuhan unit atau misalnya pasien kustanya bersin. Lalu, kita terkena percikkan bersin secara intensif selama kurang lebih 5-10 tahun.
Saat ini kita berada di zaman pandemi di mana saat kita pergi pakai masker. Jadi kemungkinan besar terkena percikan ludah atau droplet itu sangat kecil, karena butuh kontak berat dengan skin to skin dengan seseorang penderita kusta. Butuh waktu 5-10 tahun kontak yang lama dan erat bertahun-tahun lamanya.
Kita jangan melakukan stigmatisasi dan diskriminasi karena cacat yang diderita penderita peyakit kusta juga bukan keinginannya. Jika pasien kusta berobat, maka ia nanti akan sembuh. Jadi jangan khawatir ketularan karena pasien sudah tidak menular setelah berobat dengan tuntas.
Jika ada pasien kusta telah berobat hingga sembuh, setelah mendapatkan kesembuhan bisa beraktivitas seperti biasa. Misalnya jika akan ibadah ke gereja, sholat di masjid, maupun berdoa ke wihara, jangan sampai stigma negatif tetap melekat pada pasien kusta, karena hal ini akan membuat mentalnya jatuh kembali sehingga bisa membuatnya putus asa dan kehilangan semangat hidup.
Dari inner circle kita seperti keluarga dan teman dekat sebaiknya membantu agar beban penderita kusta berkurang dengan menolongnya dan memberi support system agar cepat sembuh dan mau berobat.
Biasanya, pasien penyakit kusta akan terlihat dari bentuk badannya yang sedikit berubah, bahkan terkadang menjadi disabilitas karena penyakit tersebut.
Peyakit kusta memang masih menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Bahkan ada pengemis yang menderita penyakit kusta dan orang yang melihat langsung memberi uang dengan cara melemparkannya, tanpa memandang dengan santun orang tersebut. Padahal, kita bisa memberikan uang dengan baik-baik. Tanpa perlu melemparnya di jalan.
Untuk tahu ciri penyakit kusta, kita bisa langsung menanyakan pada dokter atau tenaga profesional. Kita tinggal pergi ke Puskesmas untuk menanyakannya.
Terkadang, ada informasi keliru tentang kusta yang mengatakan bahwa kusta cepat menular padahal ini adalah penyakit menular yang paling tidak menular dan penderita kusta itu bisa disembuhkan secara total.
Permasalahan
kusta ini butuh kolaborasi kita semua baik dari wartawan media dari dokter dan
apapun latar belakang profesimu, kita
bisa jadi bagian untuk memutus mata rantai penularan kusta di masyarakat.
Mengenal Jenis Penyakit Kusta
Apakah
penyakit kusta bisa disembuhkan? Bisa. Jika terus berobat selama rentang waktu
yang diperlukan.
Penyakit
kusta itu ada dua jenis yaitu
1. Pausibasiler
dengan imunitas pasien masih bagus
2. Multibasiler
dimana penyakitnya sudah banyak menjalar,
jadi butuh waktu enam bulan. Multibasiler 2 tahun jadi butuh waktu 6-9
bulan. Biasanya pausibasiler yang respon imunnya masih baik, kemudian yang multibasiler
itu butuh waktu sekitar 2-3 tahun.
Cara
Mendapatkan Obat Kusta di Puskesmas
Obat kusta bisa diperoleh gratis melalui puskesmas. Asal pasien telaten berobat dan rutin hingga sembuh, maka angka kesembuhan ini meningkat.
Jika pasien sudah
dinyatakan sudah selesai masa pengobatannya itu, nanti tetap dipantau sih tetap
dipantau oleh petugas-petugas kesehatan yang berwenang.
Jika ibunya
itu sakit kusta, apakah nanti anaknya juga bisa sakit kusta?
Nah, hampir tidak
ada penelitian yang menyatakan bahwa kusta bisa menular pada saat kehamilan. Entah
melalui plasenta dan lain sebagainya.
Seseorang itu terkena kusta tergantung tiga hal :
- karakteristik kuman atau aspek mikrobiologis,
- aspek imunologis atau daya tahan tubuh dari yang sakit
- aspek lingkungan yang kurang bersih
Saat ini,
kita masih sangat sulit untuk memutuskan mata rantai penyebaran penyakit kusta
itu. Penderita kusta perlu menaikkan daya tahan tubuh agar bagus. Jadi, konsumsi
makanan bergizi tinggi dalam jumlah yang memadai juga perlu.
Selain itu,
makanan dengan kualitas yang baik, dan tidak ada pantang makanan, misalnya
makanan yang amis atau berprotein tinggi. Bagi penderita kusta, tak perlu
menghindari makanan berprotein tinggi, karena protein justru dibutuhkan agar daya
tahan tubuh bagus dan tak gampang kena kusta.
Kita perlu
meningkatkan personal hygienenya yang bagus dan bisa menjaga kebersihan diri
agar tidak mudah kena kusta. Misal: mandi dua kali sehari, rutin keramas rambut,
bajunya dicuci, dijemur, mengatur ventilasi udara, cahaya matahari, dan lantai
rumah juga jangan lantai tanah ya.
Selain itu, selama
kita memiliki daya tahan tubuh yang baik, faktor lingkungan yang baik, pakaian
bersih, dan konsumsi makanan sehat, serta menjaga kebersihan pribadi dan menjaga kebersihan lingkungan, Insyaallah
tak ada masalah.
Makanan yang
baik itu adalah yang tidak pantang. Jika sudah kena sakit kusta, penderita
seringkali terkena mentalnya lebih dulu, sehingga enggan berobat ke puskesmas
dan rumah sakit. Pasien perlu memperbaiki kualitas dan kuantitas makanan, selain
itu juga memperhatikan gizi seimbang.
Kolaborasi Jurnalis dan Tim Medis untuk Memberikan Informasi Valid Tentang Penyakit Kusta
Sejak dulu, kita tahu penyakit kusta ada di Indonesia tapi sampai sekarang masih belum tuntas juga. Kusta terjadi karena berbagai penyebab dan akibatnya juga.
Jadi jangan hanya berputar di aspek medis/ kesehatan saja, karena sejatinya aspek aspek antropologis dan sosial yang terdapat dalam status kesehatan komunitas itu ternyata tetap berpengaruh.
Yaa... jadi memang harus dilakukan kolaboras secara holistik ya.
Kita perlu menerapkan kebijakan pemerintah terhadap lingkungan sekitarnya.
Bagaimana cara yang tepat untuk mensosialisasikan soal kusta ini di tempat-tempat yang masih minim informasi?
Gimana caranya supaya kita sebagai masyarakat awam bisa mengedukasi lingkungan sekitar tentang kusta tanpa kesan memaksa?
Berapa lama terapi untuk kesembuhan penderita kusta?
Saat ini, informasi tentang isu penyakit kusta kadang hanya didapat dari mulut ke mulut, dari kisah orang lain tanpa mengecek kebenaran informasi.
Bacalah informasi dari
jurnal-jurnal ilmiah di bidang kedokteran atau di media massa mainstream yang
memang sudah terverifikasi dewan pers agar info yang disuguhkan benar dan
akurat.
Saat sosialisasi
ke masyarakat, kita juga perlu memberikan informasi yang tepat agar tidak
terjadi misinformasi yang fatal. Bandingkan informasi yang didapat dan pikirkan ulang. Seorang
jurnalis harus menerapkan praktik jurnalistik presisi yang berbasis data untuk
menjadi referensi bacaan masyarakat. Tidak asal mengambil informasi dari berta
yang tidak kredibel.
Saat kita membaca
informasi penyakit kusta di website portal-portal berita, kita harus bisa memilah
mana portal berita yang sudah terverifikasi dewan pers karena beritanya lebih
akurat.
Berita-berita
di artikel yang termasuk dalam journalisme kekinian dikhawatirkan menggunakan sumber
data yang tidak jelas. Hal ini akan berdampak pada kesalahpahaman saat memberikan
bahan edukasi kesehatan ke masyarakat.
Kolaborasi Tenaga Kesehatan, Dokter dan Pemerintah Untuk Menangani Penyakit Kusta
Penyakit kusta
merupakan kompetensi dari dokter umum 4A artinya dokter umum itu berhak untuk
menerapi pasien kusta secara holistik mulai dari pencegahan, sampai penatalaksanaannya
secara tuntas. Oleh sebab itu dokter umum perlu berkolaborasi dengan dokter
spesialis penyakit kulit agar dapat mengobati penyakit kusta ini.
Stigmatisasi
dan diskriminasi bisa menyebabkan kondisi penderita penyakit kusta itu memburuk.
Jadi gimana kita bisa memutus mata rantai penularan kusta, kalau kita masih
belum support penderita agar sembuh?
Ya karena stigmatisasi
dan diskriminasi sangat menyulitkan penderita untuk sembuh. Kita perlu bantuan keluarga,
teman dekat dan tenaga kesehatan agar dapat mengatasi penyakit kusta itu.
Coba lihat di Eropa deh. Eropa itu sudah lama sekali tidak ada penyakit kusta. Penyakit itu tereliminasi karena pengobatannya dilakukan secara holistik.
Di Eropa, pemerintah berkolaborasi dengan aparat dan ahli lingkungan untuk berusaha meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Para ahli gizi mengedukasi tentang nutrisi, sedangkan para ahli
lingkungan menjelaskan masyarakat harus memiliki kesadaran kebersihan dan
lingkungan yang baik. Selain itu, masyarakat juga melakukan vaksinasi imunisasi
BCG, dll.
Jangan lama-lama sedih jika sakit kusta, karena perlu ada support sistem dari keluarga Insyaallah. Untuk penyakit kusta dengan tipe posisi basiler pengobatannya selama 6-9 bulan, dan tipe multibasiler selama 24-36 bulan. Jadi kena mental sebentar nggak papa, tapi harus segera bangkit lagi.
Masalah kusta adalah tanggung jawab kita bersama dan kita perlu berkolaborasi untuk mengatasinya.
Nah, semoga
artikel ini bermanfaat ya. Salam sehat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)