Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.
Tampilkan postingan dengan label poligami. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label poligami. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 Juni 2012

Bincang-bincang Poligami

Bismillah...

Poligami sejak dulu menjadi polemik yang menuai banyak komentar, baik dari kalangan yang pro maupun kontra. Dulu saat awal kuliah pun, aku sempat menulis bahasan tentang poligami untuk makalah tugas kewarganegaraan. 

Baik pro maupun kotra sebenarnya punya alasan masing-masing, namun, setiap manusia pasti mempunyai kecenderungan untuk memihak yang mana. 

Kalau aku, sejak awal tau tentang poligami memang menganggap bahwa poligami adalah pilihan yang tidak cocok bagiku. 


Pertama karena aku pencemburu. Satu orang perempuan yang cemburu cukup untuk meruntuhkan satu dunia, Hihi... itu pendapatku. Jadi jangan coba-coba dekat-dekat dengan perempuan yang sedang cemburu. Bisa kena libas juga nanti :D

Kedua karena berlaku adil pada lebih dari seorang perempuan bukanlah perkara mudah. Akan ada banyak selisih paham tentang kewajiban dan hak yang didapat oleh seorang istri yang suaminya berpoligami. 

Ketiga, karena aku melihat sendiri bahwa poligami yang dilakukan oleh pakdheku tidak berjalan dengan lancar, bahkan sampai istri ke-4 pun tidak cocok dengan istri yang lainnya. Karena itu sampai pakdhe ku sudah menua sekarang, usianya hampir 70 tahun, justru di usia yang kian senja pakdhe tidak mendapatkan perhatian yang layak dari anak maupun mantan istrinya(si istri minta cerai pada akhirnya). Mereka memilih hidup sendiri-sendiri dan tidak saling mengunjungi di usia yang semakin menua. 

Kupikir satu dari sekian banyak kebahagiaan saat tua adalah adanya orang yang bisa merawat kita saat kita butuh untuk berbincang, berdiskusi, melakukan banyak kegiatan, beribadah, dll... tapi tidak dengan pakdhe. Anak-anaknya satu persatu menjauh. Acuh. Mungkin karena beranggapan bahwa dulunya si anak tidak diurus dengan baik oleh si ayah. Jadilah dia tidak suka dengan sikap ayahnya sampai terbawa saat ini. Aku prihatin, tentu. Tapi keputusan untuk merawat si ayah membutuhkan sikap yang legowo, apalagi luka di hati karena sikap tidak adil ini pastinya membekas sejak mereka kanak-kanak. Adil pun bukan hanya tentang waktu, perhatian, tapi juga tentang harta. 

Buku Gado-gado Poligami

Aku pernah membaca tentang istri para selir kerajaan di novel yang ditulis chiung yao. Satu sama lain menunjukkan sikap saling serang dan ejek. Entah dalam kehidupan nyata, namun kenyataannya aku melihat di kehidupan pakdhe, fragmen kehidupan poligami punya banyak minusnya. Jadi aku angkat tangan soal ini. Tentu, dalam hal ini aku tak berani mengharamkan poligami. Karena Rasulullah pun melakukan poligami dalam kondisi dan syarat tertentu. 

Dalam hal ini, poligami pun punya sisi positif:

1. Perempuan yang sudah menua dan tidak mendapatkan jodoh bisa menikah dengan seorang lelaki yang sudah beristri, alias poligami. Ini solusi paling akhir ketika tidak ada jodoh yang kunjung hadir. 

2. Poligami membuat istri yang belum juga hamil karena penyakit di rahimnya, bisa mendapatkan keturunan dari suaminya sendiri. Jadi karena mereka tidak ingin mengadopsi anak maupun melakukan bayi tabung, jadilah solusinya adalah dengan membiarkan si suami menikah lagi dengan perempuan lain. Tentu, ketika si perempuan yang menjadi istri keduanya hamil, si istri pertama bisa menimang bayi yang merupakan darah daging dari suaminya.

Aku pun pernah membaca di sebuah twit Fauzil Adhim. yang mengatakan bahwa, "cukuplah kamu beri hartamu pada pemuda yang belum menikah, agar mereka menikah. Maka bagimu pahala dua istri."

Aku lupa apa hadistnya, tapi jika benar demikian, akan lebih baik begitu. Bukankah para pemuda sebenarnya banyak yang ingin menikah muda, namun tidak memiliki banyak dana untuk melangsungkan akad nikah, maka mereka mengurungkan niat mulia tersebut sampai batas waktu yang lama? Padahal, menikah adalah perisai dari fitnah dunia. Para pemuda yang menikah pun akan lebih terjaga dari emosi-emosi negatif, mereka akan bertumbuh menjadi pemimpin terbaik untuk keluarga mereka. 

Jadi jika hadist tadi benar dan shahih, maka tentu solusi ini aku pilih menjadi yang terbaik. Bukankah yang terpenting adalah membantu dengan sebaik-baiknya bantuan? Jika memang kita mampu membantu para pemuda untuk menikah, bukankah itu jauh lebih mulia daripada poligami yang akan menyakiti banyak pihak terutama perempuan? 

Wallahu'alam. 

Semoga ada kebaikan dari bahasan poligami ini yaa, teman :)

Wa'alaikumsalam wr wb... 

:)

Tegal, 070612, 01:25

Minggu, 18 Maret 2012

Dongeng yang retak

Bismillah

Dari semalem ga bisa tidur. :(
Akhirnya malah nulis deh. :D
Yeay! Jadi semangat nulis lagi. Hihi.

Oya, kemarin pas nonton berita di tv, ada heboh-heboh soal berita Aa Gym dan Teh Ninih nikah lagi. Aku sempet kaget juga pas baca komentar temen-temen di fb soal ini. Ada yang ikut bersyukur, ada yang ikut menjudge. Apapun komentar itu, aku jadi ikut mikir lagi soal poligami. Hmm, padahal bahasan lama, tapi masih saja jadi sesuatu yang “wah” dan tetap saja “kontroversial” untuk dibicarakan.

Aku tidak ingin menjadi pelaku poligami. Bukannya gak mau sih. Kan ada yang bilang kalo pahalanya besar. Etapi, tapiii… aku nyadar diri. Haha. Kalo aku itu termasuk tipe pencemburu dan prosesif. Meski cuek juga sih. :( *nah lho, gimana tuh? :D Intinya, aku tahu kalo aku itu bukan termasuk perempuan yang bisa berbagi hati. Denger seseorang yang pernah deket sama orang yang aku suka aja bisa bikin makan ati, apalagi kalo sampe poligami. Bisa-bisa bunuh diri kali. -.- *nauzubillah*

Pernah suatu ketika aku baca di novel mba asma nadia yang berjudul Istana kedua. Ini novel dipinjemin sama seseorang, bacanya pas di kreta. Sekali jalan langsung kelar bacanya :D Ada satu kesimpulan yang aku ambil. Mba asma sengaja mengangkat tema ini karena memang ini tema sensitive. Tak pernah ada satu perempuan pun yang rela untuk menjadi yang kedua. Tapi pada kenyataannya, ada saja pelaku poligami.

Di buku ini mba asma menitikberatkan pada sisi mei rose. Seseorang yang ingin mempunyai suami dan akhirnya bertemu pras. Pras ini punya sisi lemah seorang laki-laki. Gampang trenyuh alias kasihan. Hmm, jadii…  apakah semua poligami berasal dari rasa kasihan kah?

Rasanya, gak munafik ya, ada unsur nafsu juga.  Nafsu seorang laki-laki. Pantas saja disebutkan dalam Al Qur’an kalau hadiah untuk laki-laki perindu surga adalah 70 bidadari yang cantiknya tak terbayangkan. Ya, karena memang laki-laki itu titik lemahnya pada perempuan. Dan perempuan itu lemahnya pada harta. Jadi, hadiah untuk perempuan beda dengan laki-laki. Pernah dengar kan tentang ayat yang menyebutkan bahwa perempuan bisa punya rumah di surga yang indahnya tiada tara, ga bisa ada yang menandingi indahnya rumah di surga dengan pemandangan apapun di dunia.

Di novel ini, mei rose mengatakan, 
"Aku telah merampas sesuatu yang paling berharga dari hidupnya. Dan sangat wajar jika perempuan ini datang dengan segunung lahar api. Hm... koreksi. Aku tidak merampas apa pun, aku hanya memaksanya berbagi."  
 
Dalam agama islam, poligami diperbolehkan, itu termasuk sunnah. Andai dibolehkan, tentu ada syarat2 yang harus dilakukan oleh seorang lelaki pada istrinya saat ingin menikah. Meski katanya gapapa ya kalo ga ijin, tapiii… bayangkan deh. Gimana rasanya tau kalo suaminya itu nikah ga pake bilang T_T

Seperti dongeng yang retak, poligami tetap saja menyuguhkan rasa sesak bagi tiap perempuan yang mengalami. Apa rasanya berbagi hati dan ikhlas? Kalo aku yang ngalami mungkin udah gak kuat kaliii. 
“Mungkin, dongeng seorang perempuan harus mati, agar dongeng perempuan lain mendapatkan kehidupan.”

Mungkinkah harus begitu? Mungkinkah harus berbagi? Andai berbagi pun, bisakah adil? Rasanya tak ada yang adil selain Allah dan Rasulullah. :(

Aaaa, sudah ah. Bahasnya sampai di sini aja. Nanti bikin debat lagi.
Tentu poligami bukanlah perkara boleh atau tidak boleh, tapi apakah sebelum keputusan diambil. Apakah tak melihat ada hati yang nantinya akan tersakiti? Pastinya bukan hanya satu hati, tapi hati dua keluarga yang sudah terjalin karena ikatan pernikahan. Bisa dibayangkan??

Hmm, apa teman-teman ada yang punya pendapat lain tentang ini? :)

Tegal, 180312, 04:06