Anak
laki-laki itu harus sering diajak ngobrol supaya terbiasa mengemukakan
pendapat. Kalau tidak, mereka akan terbiasa menggunakan tangan untuk
menyampaikan keinginan. (Anak Sejuta Bintang)
Pertama kali membaca statement itu di status fb
mba Dey, di bulan april lalu, aku awalnya cuma tertegun. Lalu kemudian
mengamini. Banyak hal yang sulit untuk diuraikan tentang betapa sulitnya
mengontrol anak lelaki menjadi apa yang kita inginkan. Salah satunya adalah
mengontrol emosi mereka saat mereka marah. Aku percaya statement itu bukan
tanpa alasan, tapi dibentuk dari sebuah pemahaman yang cukup lama dari sang
penulisnya. Bahwa memang, anak laki-laki kesulitan untuk mengomunikasikan apa
yang mereka inginkan.
Saat akhir-akhir ini aku mendengar berita
tentang tawuran antar pelajar, ingatanku kembali pada statement tadi. Bahwa
anak laki-laki harus sering diajak bicara. Why? Karena, jika tidak, ia akan
berbicara dengan menggunakan tangannya. Lihat saja tawuran yang sekarang sedang
marak. Bukan hanya tawuran antar pelajar saja, tapi juga tawuran antar warga. Sebagian
besar pelakunya adalah para laki-laki yang kehilangan control emosi. Sampai
pernah kulihat, anehnya saat para warga itu tawuran mereka menggunakan helm sebagai
penutup kepala. Apa gunanya helm jika mereka memang berniat untuk tawuran. Aneh
sekali. Toh kalo memang gentle, tak perlulah tameng untuk melindungi diri. Apalagi
menggunakan pisau untuk menusuk korban dari arah yang tidak terduga. Terkesan
sekali tidak jantan. Jika mereka berniat untuk merusak orang lain, lalu merusak
fasilitas lingkungan, lalu kenapa harus
ikut-ikutan melindungi diri? Toh, sudah niatan mereka untuk melakukan aksi kan?
Tawuran memang bukan hal baru di negeri kita.
Jadi, jika hal itu terjadi, jangan saling menyalahkan. Yang saat ini diperlukan
adalah solusi konkrit untuk menanggulangi dan mencegah tawuran terjadi. Tawuran
yang sering dilakukan oleh para lelaki sebenarnya bisa ditanggulangi dengan
cara mendamaikan mereka.
Pencegahan tawuran paling konkrit adalah dengan
membentuk karakter anak sedini mungkin. Apa saja yang perlu diajarkan?
Anak harus diajarkan tentang arti bertahan diri,
bukan berarti bertahan dengan ikut-ikutan tawuran. Tidak. Tapi mengajarkan arti
bertahan dalam bentuk lain. Misalnya saja, anak diajak tawuran oleh temannya,
mereka akan memprovokasi. Nah, jika dalam keluarga terbentuk pemahaman bahwa
kekerasan tidak baik, maka anak akan menyingkir dengan sendirinya. Tapi jika
anak menjadi sasaran kekerasan, ajarkanlah anak untuk bertahan dalam bentuk
lain.
Jika prinsip yang diajarkan oleh lingkungan
kurang baik, anak akan mengkonversi prinsip hidup tadi ke dalam dirinya, apa
saja yang pernah diajarkan dalam lingkungan keluarga akan menjadi pilihan yang
tepat untuk mengajarkan mereka tentang arti bertahan diri, tentang arti kasih sayang,
tentang arti keberagaman. Pertahanan diri tidak harus menggunakan kekerasan. Nabi
Muhammad sendiri pernah mengalami hal ini saat perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian
yang mengajarkan perdamaian antar warga
yang berbeda agama. Padahal, jika saja nabi mengatakan “Ayo, serang!”,
maka nabi akan menang secara telak. Tapi nabi memilih berdamai. Saat nabi
mengatakan mari berdamai, saat itulah sebenarnya nabi menang secara telak.
Karena, sebenarnya saat dua orang berselisih yang dibutuhkan adalah seseorang
yang memulai untuk berdamai dengan lingkungan yang sedang berselisih paham, yang
pandai memaknai kemenangan dengan cara lain. Apa yang lebih mulia dari
menurunkan ego? Yaitu hidup dengan perasaan damai karena saat itulah kita
sedang belajar untuk menundukan diri sendiri.
Ketahanan bangsa berawal dari ketahanan
keluarga. Maka, mari kita bertahan dari serangan perusakan karakter anak bangsa,
bertahan dengan mengajarkan akhlak dan budi pekerti sejak dini. Character
building menjadi kunci yang tepat untuk menjawab segala jawaban atas
permasalahan bangsa, tidak hanya tawuran, tapi juga dari seks bebas, narkoba,
dll. Mari perkuat, sinergikan dengan lingkungan masyarakat dan sekolah, kembalikan lagi pada prinsip yang diajarkan agama, utamakan pula diskusi dan musyawarah di atas segalanya. Maka akan terbentuk karakter sejati yang tidak
akan dengan mudah larut oleh pengaruh luar. Butuh komitmen terus-menerus, tidak hanya sekedar teori untuk melakukan ini. Jadi, mari beraksi. :)
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu: Cara Mencegah Dan Menanggulangi Tawuran