Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Senin, 10 Oktober 2011

I wish you were here

Membaca AADC after seven years part 5 ini membuatku makin geregetan. huhu.. bayang pun, eh... bayangkan ding... :p 
Kisah part 4 kmrn berlanjut di part 5 ini. 

Ayah rangga meninggal tiba-tiba karena suatu kecelakaan di NY. Rangga yang kehilangan, mencoba menghibur diri. Dia dihadapkan pada situasi apakah benar dia harus kembali ke ina sedangkan NY lebih menjanjikan kehidupan yang aman untuknya? maka rangga lebih memilih untuk menjadi pengajar di sebuah universitas disana. 



dan konflik dimulai. huwa... >,<

itu gimana ceritanya ya... si Cinta mau ke NY buat summer course, si Rangga malah mau cuti ngajar buat pulang ke ina. katanya di ina mau ada reuni sma. glek. firasatku,  di part berikutnya mereka belum bisa ketemu. Yaahh, kecewa dehh pembaca...eh, tapi belum pasti ding...:D

dan yang lebih bikin termehek-mehek pas adegan cinta main ke kwitang cuma buat mengenang rangga. :))

daleemm dah critanya. mengingatkanku pada sesuatu, eh..seseorang.. liat aja potongan  note ini... :'(
***
Suara klakson membuat Cinta tersentak.
“Kalau jalan liat-liat!” bentak pengendara motor yang hampir menabrak Cinta.
Entah karena bentakan itu menusuk hatinya atau alasan yang lain, tanpa sadar airmata Cinta jatuh di sudut matanya.
“I wish you were here, Rangga,” bisiknya menerawang. Menatap nelangsa ke arah zebracross, tempat pertama kali Rangga mengandeng tangannya. Melindunginya dalam diam.
***
Nah, marii ditunggu part berikutnya. :D :D
ga sabar menantii. haha... ;)
Thanks mba fitri, atas tulisannya yang cantik sekali... jadi pengen main ke kwitang. meski disana aq ga akan ketemu Rangga-ku. wkkwk... ;p

091011, 21:33 


Bagi yang penasaran pengen tau kisah AADC after seven years-nya, add aja mba fitri 
(maaf ga bisa ngelink ke note, karena disetting untuk friends mba fitri saja) 



Minggu, 09 Oktober 2011

Kerja proyek itu sesuatu banget

Bismillah...

(semoga ada kebaikan dari setiap kata yang saya tulis.. hanya ingin menyampaikan kebenaran... :) )
Postingan ini terinspirasi dari tulisan mba tarry di blognya. Sebuah postingan berjudul  "Jadi Kuli itu Tidak Enak".

Mba tarry menulis begini :
Alhamdulillah setelah jatuh bangun di awal aku datang ke Hong Kong, akhirnya  aku dapat Boss baik dan gaji sesuai standart. Aku dapatkan hak-hakku tapi ada satu hal yang tidak aku dapatkan yaitu kebebasan. Aku bagaikan burung di dalam sangkar emas. Aku dapatkan kenyamanan tapi harus mentaati aturan-aturan yang ditetapkan tanpa bisa terbang bebas kemanapun yang aku inginkan. 

Saat mba tarry bercerita tentang kehidupan dirinya yang terpaksa bekerja dengan sistem gaji yang ditetapkan. Mba tarry harus menjalani 1 tahun pertama dengan gaji dipotong. sesuatu yang membuatnya harus bersabar agar bisa menabung untuk masa depan dan  nantinya memulai usaha baru saat tiba di tanah air kembali. Ini membuat saya jadi teringat pertama kali mendapatkan gaji di sebuah dinas pemerintah.(ga usah disebut nama  dinasnya ya, pasti sudah tau karena bisa lihat di profil fb). Bukan tentang jumlahnya. Tapi tekanan batin saat menjalani sebuah ritual mengentri data-data. It's oke, saya suka deadline, saya suka berhubungan dengan data-data. Saya memang menyukai ekspektasi untuk mendapatkan apapun award-award yang bisa saya nanti raih jika target terpenuhi. 
Iming-iming saat itu dari supervisor adalah makin cepat slesai makin baik. Jika mengerjakan data batch sebanyak-banyaknya, artinya semakin banyak uang yang akan saya dapatkan. 
Lalu kemudian, ada  perasaan bersalah hadir. 
Benarkah saya mengerjakan semua ini demi uang? 
Atau demi kevalidan data sensus? 

Nyatanya teman-teman di ruangan saya atau ruangan sebelah satu persatu mulai menanggalkan kejujuran dalam mengolah data, pun termasuk saya. Satu persatu  dari kami mulai merambah mengacak-acak data sensus itu dan tergoda untuk memperbaiki data tanpa melihat dokumen asli sensus yang sudah discan, hanya demi mempercepat waktu kerja. Setiap data yang tidak lengkap memang wajib masuk ke bagian validitas, bagian saya dan teman-teman di ruangan D. Dan tau hasil akhirnya? Banyak data divalidkan secara paksa. Dan supervisornya santai-santai saja....
Hal ini memang bukan hal baru di dinas. Lalu?

Bukan hanya soal data yang tidak valid, tapi juga soal kejelasan kerja. Bayangkan... di kontrak kerja tidak jelas tertulis kami ditempatkan di bagian mana. Temen-temen kecele karena saat itu di hotel, penandatanganan kontrak kerja dilakukan hanya butuh waktu 10 menit saat sesi pelatihan berakhir, sedangkan  kami fresh graduate tidak melihat dengan cermat apa saja point-point penting dalam perjanjian ini. Padahal ada  4 tahapan dalam pengolahan data, yaitu : scanning, correction, completion, dan validation. Ini ternyata sudah direncanakan oleh pihak dinas yang membuat peraturan sekenanya, agar sewaktu-waktu kami bisa dipindahkan di bagian lain (dengan gaji yang tentu saja berbeda- jauh lebih sedikit di banding di  bagian validasi). 

Pengen protes? Tentu saja ga bisa. Bahkan pernah dalam beberapa kali saya dan teman-teman di ruang D harus dipindahkan ke ruangan lain, dalam 1 bulan pindah-pindah tugas. Glek! benar-benar tak efisien! Kenapa tak efisien? jelas.... karena setiap kali pergantian tugas, kami harus belajar lagi tentang bagian kerja kami yang baru. seperti corection itu bagaimana, apa saja yang harus dikerjakan seorang corection, apa yang harus dilaporkan ke supervisor, dsb. Ini yang membuat kami lemas di awal pemindahan.  Butuh waktu 3hari untuk melatih jemari kami agar bisa bekerja secara normal. Boro-boro mau kerja, bahkan ada teman yang mau mundur karena dirasa sudah tidak sesuai dengan kontrak. Protesnya di kantor tidak diterima. Dan pertanyaan dia tentang surat kerja yang belum kami sentuh sejak tandatangan pertama kali juga tidak digubris. 

Saya bahkan sempat cerita ke teman saya dan teman menyarankan untuk berhenti saja. saya bilang, nanggung kali ya. sudah kerja bahkan belum terima gaji (karena katanya pengajuan pencairan dana proyek itu mundur dari jadwal) akhirnya membuat saya tertahan di sana sambil menguatkan hati, insyaAllah ada hikmah.. insyaAllah ini ga sia-sia....
Dan 6 bulan bukan waktu yang singkat untuk tau seluk beluk di dinas.. rasanya membuat saya makin menangis, andai saya menjadi bagian dari proyek ini dan proyek ini membuat banyak orang sengsara -karena hasil sensus yang tidak valid- brapa dosakah yang akan saya tanggung sampai akhir hayat? 

Bekerja dalam sebuah proyek memang sesuatu banget. Sensus berguna untuk menghitung jumlah penduduk yang ada di bawah garis kemiskinan, dan selama ini data dari dinas memang berbeda dengan data di World bank, sangat jauh berbeda. Jadi ini mempengaruhi kebijakan dalam memberi bantuan untuk raskin. Karena proyek tergantung siapa orang dibalik proyek tersebut, dan saya merasakan proyek kali itu sangat-sangat tidak bagus. 
Semoga Allah mengampuni setiap gerak laku saya saat mengentri data yang tidak valid itu. :'(


091011, 22:53 

Artikel ini diikutsertakan dalam acara GIVEAWAY "CINTA ANTARA 2 NEGARA" yang diadakan oleh Tarry KittyHolic


Sabtu, 08 Oktober 2011

Lelaki Isya



Lelaki Isya
By Ila Rizky Nidiana – Tegal, Jawa Tengah

saat tubuh terbujur kaku
kain kafan membungkusmu
tak seorang pun dapat menolongmu
kecuali amalanmu

sholat ayo kita sholat sebelum disholatkan
dalam waktu sempat ataupun sempit
sholat tak boleh ditinggalkan
tak bisa berdiri, duduk atau rebahan
tak bisa rebah di-isyaratkan
saat tubuh terbujur kaku
kain kafan membungkusmu
tak seorang pun dapat menolongmu
kecuali amalanmu
sholat ayo kita sholat sebelum disholatkan
dalam waktu sempat ataupun sempit
sholat tak boleh ditinggalkan
sholat ayo kita sholat sebelum disholatkan
dalam waktu sempat ataupun sempit
sholat tak boleh ditinggalkan
sholat ayo kita sholat sebelum disholatkan
dalam waktu sempat ataupun sempit
sholat tak boleh ditinggalkan
tak bisa berdiri, duduk atau rebahan
tak bisa rebah di-isyaratkan
saat tubuh terbujur kaku
kain kafan membungkusmu
Sahrul Gunawan-  Lagu berjudul  Sholat

Saat tubuh terbujur kaku. Kain kafan membungkusmu. Aku merinding mendengar lagu itu pertama kali terlantun di sebuah radio di awal ramadhan kali ini. Sebuah radio yang bernama radio DAI di kota tempatku mencari rezeki, semarang. Aku penasaran dengan suara penyanyinya. Siapa ya? Terdengat familiar, hanya saja aku tak tahu dia siapa. Hmm, beberapa kali kucari lagu itu di internet, tak kunjung kudapatkan lirik dan mp3 nya. Ah, mungkin itu lagu baru atau lama ya, entahlah, kupikir begitu. Atau aku yang belum beruntung? Hiks... Akhirnya dengan pasrah aku tutup halaman google chromeku. Meski tentu saja tetap berharap suatu saat lagu itu akan aku dengar lagi suatu saat nanti.

Dan subhanallah, hari ini aku melihat penyanyinya muncul di televisi. Langsung 10 menit kemudian aku searching judul lagu itu di google. Wish me luck, doaku dalam hati. Dan, taraa, dapat deh! Juga mp3 nya. Ternyata memang lagu baru, dilaunching di ramadhan ini, tapi tak terlalu booming. Mungkin karena kalah pemasaran, entahlah. Semoga lagu-lagu religi seperti ini, yang notabene jauh lebih indah maknanya dibandingkan lagu picisan lebih banyak didengar di media-media. Aamiin.

Jujur, lagu shalat itu mengingatkanku pada sebuah tausyiah seorang ustad di radio. Namanya Ustad Yusuf Mansyur, seorang ustad yang alhamdulillah bisa kutemui juga untuk pertama kalinya saat pengajian HUT Kabupaten Tegal. Beliau diundang oleh Bupati Tegal untuk mengisi kajian.  Tak beda halnya dengan mendengar tausyiah langsung ataupun via radio dan televisi, kedua sama-sama menyentuh hatiku. Tapi kali ini aku jauh lebih terharu. Trenyuh kata orang jawa bilang. Dalam tausyiah di acara radio tersebut, Ustad Yusuf Mansyur berkata begini Andai kesusahan adalah hujan, dan kesenangan adalah matahari, maka kita butuh keduanya untuk bisa melihat pelangi. Sebelum jauh-jauh memperbaiki diri, sebelum jauh-jauh mencari solusi untuk segala permasalahan hidup yang kita hadapi, nomor satu yang harus kita perbaiki adalah sholat kita.”

Ya Allah, aku seperti ditampar oleh Allah. Seperti itulah kondisiku saat itu. Beberapa kali mengalami kejadian kurang menyenangkan, yang bisa disebut musibah. Kesana kemari mencari solusi, tapi ternyata solusi yang paling mudah justru terlupa. Shalat. Bangunan utama yang harus didirikan oleh seorang muslim. Bangunan yang mengokohkan fondasi amalan lainnya. Di saat itulah aku menangis, mohon ampun pada Allah atas banyaknya khilaf diri  selama ini. Ya Rabb, maafkan aku.  Atas shalat-shalatku yang tidak khusyuk. Atas amalan dan akhlaq yang masih compang-camping. Aku mohon ampun padaMu. :’( Mulai saat itu aku memperbaiki shalatku, ibadah pertama yang akan dinilai Allah di akhirat nanti. Shalat lebih tepat waktu, berjamaah, dan memperbaiki akhlaq.

Hari ini Allah memberi kejutan lagi. Subhanallah. Malam tadi saat aku berjalan kaki berangkat menuju masjid terdekat di rumah untuk sholat isya, aku bertemu dengan seorang lelaki tua, perkiraan beliau berumur 50 tahunan. Baru aku sadari kehadiran beliau saat aku sudah hampir sampai di masjid, sekitar 100 meter dari masjid. Beliau berjalan cepat di belakangku. Sambil memanggul bambu yang digunakan untuk menghubungkan dua keranjang bambu miliknya. Dibantu pencahayaan remang-remang lampu sekitar, aku bisa melihat isi keranjang beliau. Aku pikir beliau penjual dadakan, ternyata bukan. Satu keranjang beliau berisi pacul dan satu keranjang lagi berisi sebungkus plastik mungkin berisi bahan makanan. Itukah hasil kerja beliau selama bekerja satu hari ini? Saat aku mempersilahkan beliau berjalan lebih dulu, beliau justru berkata, “Mau numpang sholat tarawih, mba di masjid sini. Kalau saya melanjutkan perjalanan lebih dulu, takutnya tidak sampai.”

Penasaran, kutanya beliau. “Asli mana, pak?”

“Asli pekalongan, mba. Tapi kerja di sini. Saya mau ke daerah sumur panggang.” , jawabnya sambil tersenyum padaku.

Aku mengingat nama daerah itu, sumur panggang jika ditempuh dari sini dengan jalan kaki, mungkin 1,am baru sampai. Ya Allah, setelah perjalanan jauh mencari nafkah, dan hanya mendapatkan rezeki sekadarnya, beliau masih mengusahakan untuk bisa shalat tepat waktu bahkan berjamaah. Mengusahakan untuk menghadapMu lebih cepat dibanding aku, penduduk desa ini. :(

Saat beliau lebih dulu sampai di pelataran masjid, beliau langsung meletakkan keranjang miliknya di dekat pagar masjid. Dan masuk tempat wudhu. Ya Allah, aku masuk pintu masjid langsung menangis. Bagaimana aku katakan cinta Engkau, jika cintaku belum bisa seperti lelaki tua itu. Lelaki Isya. Yang cintanya padaMu melebihi kecintaan kepada harta. Yang cintanya kepadaMu membuatnya ikhlas menjalani kehidupan yang tak bersahabat. Semoga Allah memudahkan urusanmu dan memberkahimu, pak. Aamiin.

Ya Rahman Ya Rahim, maafkan aku yang belum bisa mencintaiMu dengan ikhlas seperti lelaki Isya itu. Ampuni aku jika selama ini lebih banyak mengeluh tentang kehidupan. Semoga Engkau mau menuntunku kembali kepada jalan yang benar dengan iman dan islam yang paripurna seperti cintanya Rasulullah padaMu. Aamiin.

Keroposnya bangunan nasionalisme para pemimpin negeri ini karena imannya ditanggalkan pada menara masjid. Pun, krisis pengabdian rakyat karena Al-Qur'an tak hidup di dada mereka. Untuk Indonesia yang kita cinta: perbaiki shalat kita, menjadilah manusia Qur’ani dan baktikan diri pada negeri. Lakukan transformasi personal & sosial. Mari mengambil peran untuk peradaban Indonesia yang lebih baik & bermartabat. (Asti Latifa Sofi, pesan seorang sabahatku)

Tegal, 22 Agustus 2011, 00:06
~ Menuju satu titik keteraturan yang sempurna : ibadah.~
Diikutkan dalam Giveaway mba Ketty : Bingkisan dari Kami 


Bingkisan dari Kami ~ Mba Ketty Husnia 

Download lagu Sholat Sahrul Gunawan disini