Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Sabtu, 26 November 2011

Antara perkebunan teh dan gumpalan obsesi

menyeduh teh hijau

Antara perkebunan teh dan gumpalan obsesi

Pagi masih berembun, ketika kami memulai langkah pertama untuk kembali ke pondok. Titik-titik bening di dedaunan tampak berkilauan ditimpa sengat sang mentari di hutan merapat dan kemudian akan segera hilang terserap panas. Kicau burung tetap terdengar sepanjang perjalanan. Aku lebih banyak berjalan di belakang bersama Aida, karena aku memang lelah.

"Apa yang sedang kamu pikirkan, Sekar?" pertanyaan itu terlontar ketika dia melihat aku lebih banyak termenung di sepanjang jalan.
"Lembang, kebun teh." jawabku pelan. Aku jujur, karena memang itulah pikiranku sekarang.
"Apa yang kamu tahu lagi tentang teh, hm?"
"Eemm... aku yakin apabila diadakan jajak pendapat minuman yang paling banyak penggemarnya, pasti teh menduduki peringkat kedua setelah air putih. karena rasanya cocok untuk segala lidah."
"Terlebih lidahku.. hehe...", selanya.
"Hehehe...aku kini lebih banyak tahu  tentang teh. Apapun jenisnya, semua berasal dari satu pohon, yaitu Camellia Sinensis. yang membedakan adalah lokasi penanaman, kondisi tanah, iklim dan pemrosesan. Orang mengenal ada 3 jenis teh yang poluler. teh hitam, teh hijau, dan teh oolong. Jenis itu dihasilkan karena pemrosesannya berbeda."

hamparan hijau perkebunan teh

Aku diam terpekur, mengais potongan teh yang terserak diantara obsesiku. Apalagi saat berpikir bahwa nasib teh akan memburuk jika terus dipetik tanpa upaya peremajaan. Makin rendah kualitas. Selalu begitu jika tiba-tiba memikirkan teh dan sepetak tanah.

"Lanjutkan dong! Kalau teh hijau bagaimana?"
"Iya,, iyaaa... Teh hijau , diproses tanpa fermentasi,dan yang dipetik daun muda. Petani Lembang menyebutnya pupus atau daun satu. Seduhannya berwarna kuning-hijau pucat, rasanya lebih sepat. Dan sisa seduhannya masih berwujud lembaran. Teh hitam diproses dengan fermentasi penuh. Warna yang dihasilkan dari seduhannya merah pekat. Sedangkan teh oolong diproses dengan setengah fermentasi. Orang biasa menyebutnya teh gunung, warna seduhan merah agak kuning. tapi dari ketiganya, teh hijau yang paling banyak fans, terutama orang Asia, karena aromanya alami dan bermanfaat untuk kesehatan. Terlebih -lebih di Cina dan Jepang. Lalu menyusul orang barat setelah tahu hasil riset menyatakan bahwa teh jenis ini bisa menurunkan risiko kanker. Trus....apalagi yaa... Oh iya, teh oolong bermutu paling baik dihasilkan Cina, India, Taiwan. Aku jadi ingat ceritamu tentang Farmland. Jenis ini unggul di budidaya perkebunan dan teknologi pemrosesan."

"Trus, rencanamu?"

"Aku belum punya rencana banyak. Yang jelas, keinginanku adalah menolong petani kecil supaya penghasilan mereka membaik. Aku ingin membuat perkebunan teh seperti di Taipei, disana ada Mucha, perkebunan teh milik rakyat (recreational farmland). Tujuannya, untuk menarik wisatawan supaya berkunjung dan membeli hasil petik teh milik rakyat. Juga membekali banyak pengetahuan kepada masyarakat setempat tentang bagaimana  penanaman, pengaturan, dan perawatan supaya hasil dan keindahannya terjamin. Lalu, ada juga demo mengecong  atau menyeduh teh supaya enak. Dengan begitu, petani teh percaya diri, cinta produk sendiri, dan semakin profesional menghargai turis domestik maupun asing. Aku membuka lapangan pekerjaan bagi petani-petani kecil itu, dan aku juga berpenghasilan. Aku berharap tanah yang hendak dibeli segera mendapat kecocokan harga. Kurasa tanah itu mencukupi."

Aida tersenyum mendengar penjelasanku. Aku menghela napas. Masih sangat jauh rasanya aku bisa merealisasikan rencana itu. Persoalannya, bukan hanya lahan atau  operasional pemrosesan saja. Tapi pemasaran juga merupakan persoalan yang sama penting.

Aku tahu, manusia tergantung pada impiannya. Dan aku ingin impianku terwujud. Suatu saat nanti.

[rindu  menyeduh teh hijau. persediaan tehku sudah habis..:( ]

Sekaran, 18 Maret 2009, menyemai pucuk-pucuk impian mekar satu persatu. 

Taman Poci -Alunalun Tegal
Suasana pengolahan teh di dalam pabrik

Kamis, 24 November 2011

Titik : Sebuah Akhir Pencarian

Beberapa Minggu lalu, sebuah tag wall masuk ke fb ku. Seorang sahabat ku-arnida- mengingatkanku pada sebuah note yang dia tulis tahun lalu. 

Di sana aq masih ingat ada komentarku. Sungguh, satu tahun itu cepat sekali. Banyak perubahan, banyak keinginan, banyak harapan. Dan tentu saja doa itu masih sama. Hanya, jawabannya masih entah di mana. 

Lalu kulihat lagi jawabanku tahun lalu, saat dia menulis note " Am I Ready?" 

Jawaban panjang kutulis di kolom komentar, sambil mengutip tulisan asti di kolom notenya.

Titik. Karena semua cerita ini berawal dari satu titik. Titik di mana aku berhenti mencari. Bukan titik akhir dari sebuah pencarian. Melainkan titik di mana aku benar-benar berhenti. Tidak ada lagi cerita untuk mencari yang terbaik. Pencarian semacam itu hanya akan mengulang mitologi Sisifus yang mendorong batu besar ke puncak bukit hanya untuk melihat batu itu menggelinding ke bawah. Setelah batu itu sampai di bawah, dia dorong lagi ke puncak. Sebuah proses tanpa titik akhir.


Sampai pada titik ini, cerita yang ada belum tentang cinta, tetapi tentang kepasrahan dan keikhlasan. Karena pada saatnya, cinta akan punya cara sendiri untuk menemukan jalan.


Titik.


(lanjutane di mp asti)

kesiapan berbanding lurus dengan kedewasaan berpikir. menurutku sih gitu, nid. oya, aq setuju dengan asti, dulu pernah baca di mp nya.

menurutku sama, di usia kita yang sekarang,bukan waktunya lagi untuk mencari yang terbaik. yang terbaik itu dibentuk dari proses trial eror, bukan langsung jadi bagus. karena itu,menyamakan persepsi itu jauh lebih bagus dibandingkan mencari (lagi) yang lain yang lebih bagus. disini ada hukum efektifitas waktu. fokus kita bukan mencari yang bagus, tapi membaguskan diri dan pasangan, yah seiring waktu. :D

***
satu tahun sudah lewat... siapkah aq? 


seperti jawaban erly di note nida kmrn, jawabanku sama. seharusnya 1 tahun mengajarkan banyak hal, termasuk masalah kesiapan. Rabbana, mudahkanlah langkah gadis2 kecil ini menapaki takdirmu selanjutnya... :)


jawabanku sekarang adalah.. yes, I'am ready. Ngutip "Timbang dan hitung yang keras itu harus, lalu genapilah dengan keberanian..."...
klo udah setahun jawaban'y masih bimbang jg,, berarti aq ga belajar untuk mempersiapkan diri dong... (tp tetep aja ga boleh pasrah, harus menilai dengan cermat proposal yg diajukan, dan istikharah tetep jalan.. ^_^)


241111, 00:38 
Nb : link note nida diarahkan ke blognya, soalnya note dia diprotect buat temen fb aja. :P 


Sepenuh keikhlasan, satu tujuan, hanya Allah saja…
Allah saja.
“Faidzaa azamtu fatawakkal ‘alallaah...”

Senin, 21 November 2011

Detak Hati Bidadari Biru

BAB 2: GEJOLAK HATI


Detak Hati Bidadari Biru
By Ila Rizky Nidiana

"Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu, belajarlah untuk tenang dan sabar."
(Khalifah Umar bin Khattab R.A.)

"Kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa."
(Novel 5 cm, Donny Dhirgantoro)

Aku gadis biasa yang beruntung. Dilimpahi cinta seorang lelaki tampan nan bertanggungjawab. Lelaki yang kukenal dari sebuah organisasi kepemudaan. Lelaki yang berjarak 5 tahun dari usiaku. Cintanya padaku adalah nafas yang tak pernah hilang dilekang waktu.  Ridhanya adalah peluru yang siap mengantarkanku menuju cita-citaku.

Aku membolak balik buku 5 cm karya Donny Dhirgantoro. Ingin rasanya menangis di dekapan suamiku. Tapi aku hanya bisa melepas rasa gelisah itu di dalam hati. Kata-kata itu mengingatkanku kembali pada diriku sendiri. Tiga tahun yang lalu, inilah kalimat yang sakti mandaguna bagiku. Dan sekarang, aku ingin kembali mengobarkan spirit itu. Menjaga azzam, menguatkan hati, dan menebalkan husnudzon kepada Allah.

Aku masih harus bersabar menunggu izin Kakak- panggilanku untuk suamiku- untuk bisa S2 di luar. Ingin rasanya menangis. Usiaku hampir 24 tahun, tapi belum boleh sekolah lagi. Satu alasan yang sering Kakak kemukakan yaitu karena Rania, puteri kecil kami masih dalam golden age. Dan Kakak memang tak bisa menjalani long distance relationship denganku.

Suatu hari aku mengumpulkan keberanian untuk membicarakan ini dengan Kakak. Ingin rasanya dia tahu apa isi hatiku. Lalu berurailah alasan-alasan itu dari bibir lelakiku. Alasan yang membuatku langsung tertunduk malu pada Allah. Alasan yang melepuhkan seluruh sendi-sendi protesku.

"Walaupun Asti masih kecil, tapi Kakak ketergantungan banget sama Asti. Perempuan yang bisa mengubah Kakak hanya Asti. Kakak memang menginginkan Asti bisa kuliah sampai S3 di luar negeri, seperti harapan ibu terhadap Asti. Tapi Kakak mohon jangan pernah jauh-jauh dari Kakak karena Kakak gak bisa hidup berjarak dengan Asti dan Rania. Sabar ya, nunggu Kakak tugas belajar dulu, nanti Asti bisa cari sekolah di negara yang sama.”

“Tapi, Kak…” Belum selesai ucapannya, aku memutus kata-kata Kakak…

“Sayang, lihatlah bagaimana pesatnya perkembangan Rania. Logika berpikirnya, daya tangkapnya, dan kemampuan-kemampuannya yang melebihi teman-teman seusianya. Itu juga karena Asti selalu mendampinginya, membacakan Qur'an dan buku-buku untuk Rania setiap hari, memberinya banyak stimulus.”

Kakak  menghela nafas sejenak. Menatapku diam.

“Kakak hanya minta Asti sabar, mendoakan dan mendukung Kakak. Percayalah, akan ada penghargaan dari Allah karena Asti mendampingi Kakak. Masih butuh berpuluh tahun untuk sampai pada cita-cita kita, dan Kakak mau Asti selalu di samping Kakak.", ditariknya tanganku mendekat ke dadanya. Desir itu… Oh, Allah… Aku pilu menatap wajahnya yang sayu. Kudekap lelakiku syahdu.

Saat itu aku yang tengah galau menanti restunya, hanya mampu terdiam dan menangis berderai-derai mendengar Kakak bicara begitu. Aku tahu, rancangan peta hidup yang telah kami susun tidak lebih baik dari takdir yang telah Allah tetapkan. Tapi aku hanya takut. Ingin rasanya aku selalu memelihara prasangka baik atas takdir yang Allah tetapkan untukku. Tapi logika ini tergelak.

Allah, aku hanya mampu menulis di diary ini. Diary yang mampu membuatku percaya. Kasih kakak tulus padaku. Cintanya adalah segala. Dan ridhanya terpatri di nadiku. Aku dan kakak adalah satu. Utuh. Kami tak bisa berjarak sekian lama, apalagi antar benua.

Aku mengusap air mata yang mengembun di sudut mataku.  Kadang aku lupa dengan ‘sekolah’ yang Allah berikan untukku selama ini, yakni sekolah kehidupanku sendiri. Allah seperti menyentil diriku. Aku yang sangat memimpikan sekolah formal tapi melupakan sekolah yang lebih luas lagi, yakni menjadi ibu teladan dan perempuan yang berkiprah di masyarakat.

Aku masih ingin terus belajar, Kak.
Aku masih ingin mendapatkan kesempatan itu.
Aku ingin menjadi manusia yang terus menimba ilmu
Menimba sebanyak-banyaknya ilmu kehidupan dan menjadi manusia yang bermanfaat sebagai khalifah fil-ardh.

Semakin aku meronta ingin menyegerakan keinginanku, semakin lama Allah menguji, sejauh mana cintaku pada suami berlindung di bawah ketaatan kepadanya dan kepadaNya. Aku yang tak  ingin mengecewakan Kakak, lebih suka memendam rasa ingin ini dalam-dalam.  Sempat aku berfikir kakak sungguh egois, mengedepankan prinsipnya. Prinsip untuk menunda keinginanku sampai puteri kecil kami benar-benar tumbuh sempurna dalam usia emasnya.

Kakak, panggil aku…
Aku ingin segera terbang menggapai benua lain
Agar citaku tak kandas.
Agar asaku tak tergilas waktu.
Agar sayap citaku berhimpun dengan sayap lain di belahan bumi Allah yang lain.

Rabbana, bila ikhlas itu belum jua hadir, ijinkan aku menemaninya mengarungi babak-babak kami berikutnya. Di bawah naungan cintaMu, aku meminta. Lapangkan jalan kami, ya Allah. Dan malam ini aku mengetuk langitMu lagi, menyemai  doa-doa kami yang tak pernah usai. Untukmu, lelaki pilihanku. Aku patuh dan tunduk atas nama cintaku padaMu, ya Allah.

Semarang, 151011, 18:03
~Untuk sepasang sahabat: Asti dan Kak Didi. Semoga Allah menggenapkan doa kalian segera. Aamiin.~
Keis Rania Tsabita Nuryazidi- Cantiknyaaaaa. Ammah pengen cium Rania deh... Hihi... :P

  NB : masih nunggu pengumuman naskah, semoga masuk 60 besar yg dibukukan dari total naskah yang masuk 300-an. Doanyaaa... >:D<