Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Sabtu, 24 November 2012

Attitude


Bismillah

Ini untuk pertama kalinya, saya menulis buku dengan narasumber pengusaha yang omsetnya wow. Saya menulis bukan sebagai penulis utama, tapi penulis pendamping. Dulu pernah, pas sma disuruh juga buat makalah tentang perdagangan. Dengan basic begitu, saya berani mengambil job nulis ini, bukan karena melihat feenya yang biasa saja dibanding yang lain. Bukan itu. Tapi, lebih karena manfaat ketika saya menuliskan info itu yang membuat saya mau bilang iya. Juga pertimbangan karena bisa jadi uangnya bukan buat saya, tapi buat donasi.

Dulu saat sma, saat itu narsumku orangnya ramah banget. Beda dengan yang sekarang. Yang sekarang, entah kenapa ketemunya saya 1 pengusaha yang wew banget. Harus bolak balik nanya buat minta info. Well, saya tahu dia sibuk, saya menyita waktunya, saya sudah katakan sejak awal untuk minta waktu sejenak, untuk minta pengertiannya. Saya tahu,  saya yang butuh info. Tapi tidakkah bisa lebih baik kata-katanya. Saya ga butuh informasi pribadi kalau buat konsumsi pribadi. Buat apa? Buat ngegosip? Saya bukan orang yang suka ikut campur urusan orang lain, tidak juga berniat ingin tau urusan orang. Jadi, kalau bukan buat nulis saya ga akan minta info sedetail itu. 

Jadi, hari ini saya tahu apa makna attitude bagi seorang pengusaha yang keuntungan omsetnya puluhan juta. Saya jadi tahu,  kapan harus meletakkan label pengusaha, kapan harus meletakkan sebagai saya, manusia biasa, yang emang ga punya apa-apa. Yang punya segalanya, ya, Gusti Allah.

Saya jadi tahu untuk memilah mana orang yang betul-betul menerapkan apa yang dia katakan. 
Nol besar jika mengatakan begini begitu yang nilainya kelihatan melangit tapi hasilnya nihil. 

Duhai, Allah. Saya tahu mungkin saya juga pernah seperti itu pada orang lain. saya tahu orang-orang yang ada dalam hidup saya, bisa jadi hanya prantara untuk membuat saya jauh lebih dewasa. Dan, saya tahu, proses untuk menjadi dewasa itu pun butuh sakit hati dan air mata. Semoga saya hanya mendoakan yang baik-baik saja untuk dia, meski saya tahu, hati saya belum tentu ikhlas. :)

Lapangkan hatiku, ya Allah. Teguhkan bahwa ini hanya secuil dari hikmah yang harus saya ambil. Semoga saat saya berada di atas posisinya saat ini, sikap saya jauh lebih baik darinya. :)

24-11-2012, 02.20

Senin, 19 November 2012

Menemu Rindu




Menemu Rindu

Pertemuan adalah rinai, tak
akan pernah jatuh ke tanah
jika kita tidak menggenapkannya

Kita resapi rindu ini, menempuh
jejak dari hati ke hati
jika diam, kita akan saling menanti

Kala kita setia, kitalah air tercurah
di mana tetesan hujan kita menjelma
menyatu menembus sudut waktu

Temuilah rindu pada hati abadi
pada bulir mawar, akan merah
kelopaknya, karena Dia yang akan melukisnya

Semarang, 010112 : 07:52

foto pinjem dari sini dan sini

Puisi ini diikutsertakan dalam Giveaway Semua Tentang Puisi


Daun yang jatuh tak pernah membenci angin


Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya. Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana. 

--Tere Liye, novel 'Daun yang jatuh tak pernah membenci angin'