Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Jumat, 11 Januari 2013

Peluang Bisnis Alat Listrik di Kawasan Kampus

Sejak saya ngekos  tujuh tahun lalu di sekaran kawasan semarang, bapak memilihkan anak putrinya kos yang dekat dengan kampus FMIPA Unnes. Pertimbangan pertama bapak pilih yang dekat dengan kampus ya karena tak mau saya kejauhan jalan kaki , apalagi jalanan menuju kampus itu bener-bener naik turun. Ya, maklum, daerah gunung, hehe. Jadi kalo pun harus jalan kaki, ga perlu jauh-jauh banget. Pertimbangan bapak saat memilih kos adalah kosnya nyaman. 

Nah, saat itu saya sempat memilih kamar di belakang, yang bangunannya di luar bangunan utama karena bangunan baru. Waktu masuk ngecek kamarnya, saya liat kok kamarnya belum dipasang alat listrik. Kayak stop kontak belum bener, trus katanya lampu ada tapi agak redup ga bisa menyeluruh menerangi kamar saya. Jadilah saya ditawarin kalo stop kontaknya mau dibenerin, sekalian saya disuruh milih sendiri lampunya. 

Saya pun pilih lampu yang baru. Satu stop kontak yang ada di kamar pun akhirnya dibenerin sama pak kos, dan saya menyambung stop kontak yang cuma satu itu dengan plug kabel biar bisa dipake buat pasang barang elektronik lainnya. Kamar pun terang benderang. Setelah itu, bukan pertama kalinya saya harus berurusan dengan listrik. Sedangkan kos saya pindah-pindah, saya harus mencari kos yang listriknya ga njeglegan, aman, wattnya besar,  juga kabel-kabelnya tersalurkan dengan baik. 

Ternyata alat listrik yang dibutuhkan anak kos, bisa menjadi peluang bisnis alat listrik bagi para penjual yang ada di sekitar kampus. Karena tiap ada kerusakan pasti larinya ya ke toko yang dekat dengan kampus, sehingga saya ga perlu turun ke semarang bawah untuk nyari-nyari alatnya. Kalau saya jadi penjualnya, saya pasti akan memasarkan dengan baik, apalagi kebutuhan tiap kos bertambah setiap tahun, bukan hanya untuk kalangan mahasiswanya saja, tapi juga untuk kebutuhan kantor di kampus, juga di masyarakat yang merupakan penduduk asli desa sekaran. Lebih menyenangkan lagi jika distributor alat listrik, yang merupakan penyedia alat-alat listrik mau menjual alat listrik secara grosir maupun retail. Jadi harga alat listriknya cocok di kantong para mahasiswa, hehe. 

Kamis, 10 Januari 2013

Sertifikat Depkes Saja Tidak Cukup


Pagi kemarin ketika ada undangan untuk menghadiri acara di kota saya, saya pun pergi bersama seorang teman. Karena tempat acaranya belum juga ketemu(sempet nyasar pula di rumah yang sepi), jadi saya akhirnya mampir ke sebuah tempat makan ya semacam cafe di deket situ sebut saja cafe A.

Saat saya memesan minuman, saya tergoda untuk membeli cemilan juga. Saya pun membeli kue prol tape. Pas saya buka bungkusnya, kok ya di bagian bawah kuenya kayak ada jamur yang bikin permukaan kue jadi agak hitam, meski samar-samar liatnya, akhirnya saya beranikan nanya ke pelayan cafenya. Respon pelayannya bikin saya mengerutkan dahi. Mereka bilang, “baru satu hari kok, mba.” Tanpa melihat apa benar di situ ada jamurnya. Padahal saya nanyanya apa ini bener ada jamurnya. Hasilnya saya tetep makan meski cuma bagian atas aja.

Dini hari ini baru nyadar kalo makanan tadi itu beneran sumber penyakit. Fiuhh, saya diare dan muntah 2 kali di jam 2 pagi. Well, kalo cuma mau ambil untung, kenapa harus merugikan kesehatan orang lain? Saya ingat di plang depan cafenya ada sertifikat Depkes RI. Seharusnya makanan yang ada di sana memang harusnya bebas dari sumber penyakit kan? Kalau saya lihat, sertifikat saja tidak cukup, karena pelayan di cafe A tidak seteliti di salah satu cafe rumah sakit swasta di sini.

Dulu saya pernah mengajak adik saya untuk membeli makanan di cafe rumah sakit, dan respon pelayan cafenya keren banget! Jempol deh buat mereka. Mereka enggan menjual makanan yang sudah tidak layak makan, mereka menolak dengan tegas saat adik saya meminta membeli mie yang dibungkus yang ternyata sudah lewat dari jam fresh makanannya(saat itu jam 5 sore).

Saya suka attitudenya si pelayan cafe rumah sakit dibanding cafe yang jual kue tadi. Daripada pasien di rumah sakit bertambah banyak, lebih baik menghindari sumber penyakit, kan?. 

Jadi kesimpulannya, ternyata sertifikat halal dan depkes RI saja tidak cukup untuk menunjukkan makanan itu layak dikonsumsi. Harus ada pelayan yang siap untuk menolak menjual makanan yang tidak layak konsumsi. 

Benar-benar peringatan buat saya kali ini. :(

Satu nyawa orang sangat berharga, jangan sampai digadaikan hanya demi segepok uang.

Rabu, 09 Januari 2013

Tradisi Rabu Pungkasan


Tadi pagi saat akan mengambil makan pagi di dapur, aku melihat ada nasi kuning di piring. Biasanya ibuku memang beli nasi kuning, tapi bentuknya dibungkus. Nasi kuning memang makanan kesukaanku tiap pagi selain nasi lengko dan kupat bongkok yang jadi primadona masyarakat tegal. 

Tapi nasi yang aku lihat di dapur itu, nasinya diletakkan di piring lengkap dengan aneka macam lauk yang tersedia. Nasi kuning sendiri biasanya lebih dikenal dengan nama sego langgi, namanya sendiri diambil dari bahasa jawa.  

Kutanya pada ibu, ”Nasi ini dari mana? Beli atau bikin?”, karena jarang ibuku masak nasi kuning kecuali ada acara khusus. Ternyata nasinya dikasih sama tetangga. Katanya ada perayaan rabu pungkasan. Lalu adikku berceloteh Rabu pungkasan itu apa ya, mba?” Aku menggeleng tak tahu, karena aku bukan orang jawa yang benar-benar memahami adat istiadat kotaku sendiri. Bahkan aku baru bisa berbahasa jawa setelah lama tinggal di semarang, sebelumnya aku bahkan tak bisa bercakap-cakap dengan orang tua menggunakan bahasa kromo inggil

Nah, Rabu pungkasan atau yang biasa disebut rabukasan atau rebo wekasan adalah tradisi yang biasa diadakan oleh warga di desaku di hari rabu terakhir bulan safar. Biasanya masyarakat mengadakan tumpengan sekaligus dzikir bersama. Sego langgi dihidangkan dan dimakan beramai-ramai dengan warga yang lain. Tujuan diadakannya rebo pungkasan ini adalah untuk menolak bala jadi diadakan syukuran. 

nasi kuning atau biasa disebut sego langgi, makanan khas saat rebo pungkasan

Aku sendiri baru tau setelah search di google dan melihat postingan teman-teman di akun twitter @infotegal dengan hastag #RabuPungkasan, bahwa ternyata; dalam kitab Al-Jawahir al-Khoms, Syech Kamil Fariduddin as-Syukarjanji dihalaman ke 5, disebutkan pada tiap tahun hari rabu terakhir di bulan Safar, Allah akan menurukan 320.000 bala bencana ke muka bumi. Hari itu akan menjadi hari-hari yang paling sulit diantara hari-hari dalam satu tahun. Karena itu, kita disunahkan untuk mendirikan Shalat pada hari tersebut sebanyak 4 rakaat dimana tiap rakaatnya membaca surat alfatihah, dan surat al-kautsar 17 kali, kemudian al-ikhlas 4 kali, surat alfalaq dan an-nass masing-masing satu kali.

Rabu pungkasan masih menjadi kontroversi karena dikaitkan dengan tradisi kejawen mengingat dulu jawa penuh dengan tradisi-tradisi dari kesultanan, tapi ada yang mengatakan bahwa shalat yang dianjurkan sebenarnya adalah shalat hajat untuk meminta perlindungan Allah. 

Jadi, apa kamu pernah mendengar tentang perayaan ini juga? Perayaan ini mungkin bisa jadi salah satu daya tarik wisatawan, meski masih kontroversial sama halnya dengan perayaan-perayaan di jogja, dan sekitarnya. Share ya di komen postingan ini. :)