Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Rabu, 01 Mei 2013

Sejarak Ini Saja

Untukmu...

Wahai hati, apa kabarmu? 

Semoga gelisah yang kamu rasakan itu hanya sebatas rasa yang singgah sejenak saja. Aku hanya ingin menulis ini. Ini tentang masa lalu yang datang perlahan, semacam rasa gelisah yang datang menerpa. Kembali menyapa meski aku bahkan sudah lupa rasanya. Rasanya dicintai, rasanya dihargai, dan rasanya dilindungi olehnya. Sekali ini, rasanya aneh mengetahui dia masih menatapku dari kejauhan. Melindungiku dengan doanya, dengan berjuta kekhawatirannya. Aku bahkan sudah lupa rasanya patah hati bertubi-tubi. Dulu, iya, dulu sekali saat perselisihan hadir di antara kami. Tapi saat tadi siang dia menghubungiku lagi. Rasanya aneh. Perasaan itu menjalar lagi. Rindukah? Kesalkah? Puzzle-puzzle masa lalu kembali muncul bahkan seiring ditutupnya telfon, aku masih bisa merasakan auranya di sini. 

Kurasa, aku sudah punya aturan untuk diriku sendiri. Untuk tak akan pernah mengganggu urusan orang lain, apalagi jika ia sudah menikah. Maka itu, kututup telfon dan menahan diri untuk tak bertanya lebih jauh tentang kabarnya. Seorang teman lama bilang, aku harus move on dari cinta pertamaku itu sejak bertahun-tahun lalu. Berapa lama aku butuh melupakannya? Bukankah sebenarnya aku sudah hampir lupa rasa dicintai olehnya? Iya, andai dia tidak menelfonku lagi. Mendengar suaranya itu memunculkan ingatan-ingatan. Membisikkan sebagian luka, meletupkan sebagian rasa bahagia.

Duhai, hati... Sekejap saja bisa dibolak-balikkan Tuhan. Maka aku berlindung dari apapun yang berdesir tadi siang, berlindung pada Tuhanku. Semoga tak ada rasa lain yang muncul selain hanya ingin membantunya menyelesaikan urusan. Aku harus menghargai diri sendiri dengan memulai hidup tanpa bayang masa lalu lagi, masa lalu tentangnya atau apapun yang membuat luka batinku menggeliat lagi. 

Sejarak ini saja, ya. Sejarak ini saja aku melihat dia. Agar aku tahu bahwa apapun yang sudah terjadi tidak akan bisa kembali seperti semula. Perihal hati yang sudah menjelma jadi hati baru, semoga aku pun tak akan pernah menatap masa lalu lagi. Cukuplah, sejarak ini saja melihat dia bahagia. Dan itu lebih dari cukup untuk menatap hidup baruku. Sejarak ini, dan aku pun akan belajar mencintai takdirku sama seperti dia mencintai takdir barunya.


Minggu, 28 April 2013

Berhenti

Aku boleh nangis? 
Sekali ini aja. 
Mungkin kedengaran cengeng, tapi udah ga kuat lagi. 
Pengen berhenti, dan memulai sesuatu yang baru. 
Dan itu artinya meninggalkan yang sudah didapatkan selama ini. :')
Kata seorang teman, ini keputusan bodoh. 
Tapi entahlah. 
Mungkin aku cuma butuh waktu aja, buat sejenak berjeda dari hingar bingar dunia nulis ini. 
Jadi maafkan kalau aku banyak salah selama ini. Semoga diikhlaskan. 
Aku butuh rehat sepekan ini, sampai aku berasa baik-baik saja. :)


Selasa, 23 April 2013

Rumah Impian


Rumah bagi saya adalah tempat bernaung dan merancang impian. Dari rumahlah impian saya tulis dan saya bangun perlahan-lahan. Keluarga saya, adik-adik saya  dan orang tua saya adalah energi yang selalu ada untuk saya. Dulu setiap kali saya pulang dari Semarang, saya mendapat energi tak tergantikan dari rumah ini. Ada hal yang membuat saya tahu, bahwa impian saya harus menjadi kenyataan. Iya, karena mereka, orang-orang yang saya cintai.

sumber comotsecret.blogspot.com 
Sejak kecil impian saya punya rumah yang besar sudah saya tulis. Sempat terpikir ingin punya rumah di daerah Bandung, karena dulu pernah liburan ke sana di rumah budhe. Di daerah kopo permai, jalanannya memang sepi, karena perumahan elite. Saya merasa, Bandung sudah menjadi impian yang harus saya capai. Saat berdiskusi tentang rumah impianku dengan adik laki-lakiku, dia pun mengatakan hal yang sama. Ingin punya rumah yang teduh, ada kolam ikan di dalamnya, taman penuh bunga, pembatas ruangan tamu dengan lapis kaca, dan tentunya bertingkat dua. 

Saya membayangkan rumah yang dulu saya tempati untuk berlibur itu bisa saya beli. Sayangnya saat ini rumah itu justru tidak terawat seiring meninggalnya budhe yang tinggal di Bandung, anaknya sibuk dan lebih memilih tinggal di rumah sendiri. Hampir saja ada keinginan rumah dijual. Tapi, ternyata tidak jadi. Ya, bagaimana pun, rumah itu tetap rumah impian saya. Saya ingin merawat impian itu, hingga saatnya tiba saat saya bisa membeli atau membangun yang serupa.