Jenuh dan Fenomena Perceraian
Posted by ila on Jan 22, 2009 for everyone
Bismillahirrahmanirrahiim....
Tahun
berganti, banyak hal baru yang bermunculan. Tak ayal lagi, di akhir
tahun yang akan berlalu, segala persiapan menyambut tahun yang baru pun
digelar besar-besaran. Mulai dari mempersiapkan segala resolusi, sampai
pada hal yang paling menggelikan sekaligus mencengangkan menurut saya.
Apa pasalnya? Heran bercampur geram, tapi sangat menyedihkan jika
diingat. Di satu sisi, lembaran yang baru sedang dibentangkan dihadapan,
banyak impian-impian baru yang menjanjikan. Namun, disisi lain, ada
beberapa orang yang malah membahas sesuatu yang menurut saya tak
penting. Apa itu? Yap... tren fenomena perceraian di kalangan artis
tahun 2009.
Banyak
infotainment berlomba-lomba mencari berita sensasional sampai untuk
urusan mencari berita yang menghebohkan pun perlu melibatkan paranormal.
Saya tak sengaja mendengar pembahasan ini saat melihat acara
Extravaganza. Disana, paranormal yang dihadirkan memaparkan tentang tren
yang akan terjadi di kalangan para artis untuk tahun 2009. Weks...
Segitunya kah? Sampai sang paranormal mengutarakan tentang perceraian
para artis sebagai sebuah tren centre yang masih akan hangat
dibicarakan. Oo...ooow...
Sesungguhnya
bukan masalah para artis siapa saja yang akan menjadi janda atau duda
di tahun ini yang akan saya bahas, tapi yang ingin saya bahas disini
adalah apa yang melatarbelakangi diambilnya jalan paling akhir, dan
paling dibenci Allah, yaitu perceraian untuk menyelesaikan konflik yang
berkepanjangan dalam sebuah keluarga.
Jika
ditelusuri lebih jauh, dari sekian banyak artis yang mengutarakan
keinginan untuk bercerai, alasan yang sering terlontar, antara lain
karena adanya ketidakcocokan, kurang komunikasi, dsb. Sungguh, jika
ditelaah lagi, apa yang paling mendasari dari keluarnya statement
tersebut? Tentu saja karena selama ini, mungkin, mereka lebih merasa
nyaman menjadi seorang public figure yang dielu-elukan masyarakat, tanpa
menilik lagi apa sebenarnya peran ia dalam ranah keluarga. Keluarga
seakan menjadi nomor kesekian setelah pekerjaan/ bisnis, karier
keartisan, dsb.
Yap,
jika saja saya boleh menggaris bawahi satu point penting yang akan
dibahas disini adalah pentingnya komunikasi. Setiap orang sudah dibekali
kemahiran untuk berkomunikasi dengan orang lain sejak ia dilahirkan.
Itu semacam bakat bawaan, atau kita sebut sebagai naluri. Lalu apa itu
jenuh? Dan apa korelasi ilmiah antara jenuh, tersendatnya komunikasi
dan fenomena perceraian? Mari kita kaji bersama.
Menurut
definisi saya (maaf ya, terpaksa pakai definisi saya, karena tak sempat
mencari referensi di wikipedia ^_^), sifat jenuh/bosan dimiliki oleh
setiap orang, dan yang membedakan adalah kapasitas dan tingkat kejenuhan
itu. Ada yang cepat sekali, tapi ada juga yang lama baru bisa merasakan
kejenuhan itu. Hal itu tergantung sesuatu yang dihadapinya. Bisa
dibilang, berdasarkan rasa.
Alasan
untuk merasakan kejenuhan, bisa bermacam-macam, tergantung situasi yang
dihadapi. Ada banyak hal yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan, yang
pertama, alasannya karena pembicaraan sudah tidak nyambung, kedua ada
orang lain yang lebih dari dia, ketiga kita tidak butuh dia lagi, atau
mungkin memang kita sudah sampai pada titik jenuh dengannya, dll.
Lalu
apa korelasi antara jenuh, tersendatnya komunikasi dan fenomena
perceraian? Jenuh bisa menimbulkan efek jangka pendek, maupun jangka
panjang. Jika seorang merasakan kejenuhan yang luar biasa, ia bisa saja
segera langsung mengasingkan diri, dan menghilang dari peredaran.
Mencari pelampiasan dengan hal-hal baru lainnya.
Efek
jangka pendeknya, ia hanya menghilang sesaat, lalu kembali ke dalam
satu siklus keluarga yang utuh, dan menganggap bahwa kejenuhan serupa
hanya semacam fitrah alamiah yang tak perlu dicemaskan. Namun, jangka
panjangnya, adalah semakin besar tingkat kejenuhan seseorang dengan hal
yang paling sering dilakukan, bertemu dengan orang yang itu-itu saja
misalnya, dan melakukan rutinintas serupa yang selalu monoton dan
terkesan hampa-tanpa rasa, maka tak ayal lagi, efeknya semakin besar. Ia
bisa segera menghilang dan takkan pernah kembali lagi ke dalam
lingkaran cinta yang pernah dibangun bersama. Terlalu senang mengecap
manisnya hidup diluar, tanpa adanya pengekangan, dsb, menjadikan hal ini
semakin parah. Komunikasi pun tersendat. Dan bisa ditebak, ujung dari
semua itu adalah keinginan yang besar untuk mengajukan jalan akhir yaitu
perceraian.
Jenuh
adalah fitrah bagi setiap manusia. Namun bukan tak mungkin, ia pun
sebenarnya bisa dikontrol dengan baik, asal kita tahu caranya.
Rasulullah pun mengajarkan pada ummatnya untuk selalu memupuk rasa,
meskipun dengan hanya sebuah senyuman dan salam. Rasul pun mengajarkan
lagi bahwa ada satu sisi yang menarik dalam diri setiap manusia.
Fitrahnya untuk dipuji, dan tentu saja diperhatikan. Maka, Rasul pun
mengajarkan untuk saling memberi perhatian, dalam bentuk apapun. Bisa
senyuman, salam, bahkan dalam bentuk barang sekalipun. Hibah/ kebiasaan
saling memberi, menurut Rasulullah adalah salah satu dari kunci sukses
untuk menumbuhkan cinta.
Maka,
jika hal ini bisa dilakukan secara kontinu, tanpa mengurangi urgensi
sesungguhnya, bisa dipastikan, perceraian yang sering terjadi dalam
masyarakat kita akhir-akhir inii, terutama di kalangan artis, bisa
dikurangi kapasitasnya. Semoga...
Wallahu’alam bissawab...
by Ila Rizky Nidiana
Tegal,
Home Sweet Home, 210109, 20:36, ngetiknya sambil ditemani lagu korea
‘Never Say Goodbye' - Mario & Nesty. Nice song! ^^
Makasih
buat mbak Na (Starry Nite) dan Mbak Rina (Lieberina) atas curhatannya
ttg jenuh.. hehe.. ternyata bisa dibikin artikel juga ya? =D
Maap yaaa... Tulisannya asal jadi. ^_^ Silahkan dikomentari.. Yuukk.. marii... ^^
`menelisik jejak Rasulullah dalam sketsa kehidupan.. tuk menuju satu titik keteraturan yang sempurna: ibadah`